Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menggagas Masyarakat Bebas HOAX



Pendahuluan

Potensi penyebaran opini melalui media sosial sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan singkatnya waktu sebaran dan luasnya jangkauan sebaran setiap opini yang ditargetkan. Pengguna aktif salah satu sosial media yaitu facebook di Indonesia saja tahun 2017 berjumlah sekitar 115 juta (tekno liputan6.com) sedangkan menurut data Kominfo jumlah pengguna internet di Indonesia sebayak 65 juta. Jika ada satu berita atau opini saja yang sengaja disebarkan secara masif di tengah masyarakat melalui jejaring sosial media maka jangkauan sebarannya dan dampaknya juga sangat besar.  Sebagai contoh opini aksi 212 dimulai di sosial media yang mampu mengerakkan sekitar 7 juta orang memenuhi Jakarta menuntut hukuman atas penista Al Qur’an walaupun tidak diiklankan bahkan dimonsterisasi di media mainstream membuktikan bahwa kekuatan sosial media tidak bisa diremehkan dalam membentuk opini umum. Termasuk tersebarnya potongan video penista Al Qur’an di kepulauan seribu tersebar dengan cepat ke seluruh penjuru Indonesia bahkan ke penjuru dunia dalam hitungan jam saja. Peristiwa jatuhnya Presiden Husni Mubarak tahun 2011 melalui aksi demonstrasi jutaan rakyat Mesir juga diinisiasi melalui media sosial Twitter.

Dampak penyebaran opini terhadap target opini sudah dipaparkan dalam penjelasan sebelumnya, kemudian dampak atau tantangan yang menimpa si penyebar opini serta langkah preventif bagi si penyebar opini Islam akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini. Profesor Muhammad Alwi Dahlan seorang Ahli Komunikasi dari UI menjelaskan bahwa HOAX merupakan kabar bohong yang sudah direncanakan oleh penyebarnya untuk memberikan pengakuan dan pemahaman yang salah. Dengan kata lain HOAX ini bisa dilakukan siapa saja untuk kepentingan siapa saja yang punya kepentingan dan bisa mengenai siapa saja sebagai pelaku aktif maupun pelaku pasif penyebar HOAX. Tentu sebagai pengemban dakwah yang membawa misi mulia jangan sampai menjadi pelaku pasif apalagi pelaku aktif penyebar HOAX karena akan berdampak negatif terhadap si pengemban dakwah dan dakwah Islam itu sendiri. Maka tulisan ini bemaksud memberikan sedikit panduan teknis (yang mungkin bisa jadi bahan diskusi agar panduan ini menjadi lebih baik lagi) agar pengemban dakwah tidak menjadi pelaku pasif penyebar HOAX karena tidak hanya akan berakibat pada jatuhnya kredibilitas si pelaku tapi juga bisa terjerat hukum pidana seperti yang menimpa tidak sedikit dari pengemban dakwah yang sebenarnya memiliki niat ikhlas dalam berdakwah tapi karena faktor ketidak-hatian sehingga terjerat UU ITE.

Peran Individu

Adapun langkah-langkah preventif untuk tercegah dari menjadi penyebar HOAX dalam aktivitas bersosial-media yang bisa dilakukan dalam ranah individu dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. Selalu luruskan niat bersosial-media semata karena mencari keRidhoan ALLAH bukan karena seseorang atau sesuatu yang lain seperti perwujudan eksistensi diri. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW tentang pentingnya menjaga niat dalam setiap aktivitas muslim yaitu innamal a’malu bin niat. Imam Fudhail bin ‘iyaad Rahimahullah pernah menyatakan Amal seorang Muslim akan diterima ALLAH jika memenuhi dua syarat yaitu Ikhlas karena ALLAH dan showab (sesuai tuntunan Rasulullah), dalam menjelaskan firman ALLAH dalam QS.Al Mulk: 2 yang artinya “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Tentu sebagai Muslim yang bijak tidak akan terjebak pada godaan Syaitan yang selalu mencoba mencari celah untuk merusak amal seseorang Muslim dengan memalingkan niat kepada selain ALLAH.
  2. Berlaku adil dalam setiap kondisi karena keadilan dekat dengan ketaqwaan. “...dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil...”. (QS Al-Maaidah: 8). Jika hanya mengikuti perasaan dalam bersikap terhadap kondisi saat ini maka ingin rasanya mengeluarkan semua ucapan sumpah-serapah melalui sosial media dengan harapan bisa menjadi perwakilan perasaan semua orang. Tapi perlu dipahami bahwa perubahan tidak hanya mengandalkan pada perubahan rasa tapi perubahan pemikiranlah yang menjadi target dakwah sebenarnya maka cara caci-maki menjadi kontraproduktif terhadap tujuan dakwah.
  3. Fokuslah mengkritisi kebijakan yang tidak berlandaskan Islam bukan pada sosok pemilik kebijakan. Pelajari fakta dan proses lahirnya kebijakan di negri ini kemudian nilai hanya dengan sudut pandang Islam. Selalu ingatkan dengan santun pembuat kebijakan jika mereka Muslim maka harus selalu menjadikan hanya Islam sebagai tolok ukur membuat kebijakan. Jika mereka non-muslim maka harus menjadikan Islam sebagai sumber kebijakan agar terhindar dari kezaliman sesama manusia dan terbebas dari penjajahan. Jika ini yang dilakukan maka pengemban dakwah telah menjadi bagian dari proses kontrol yang merupakan bentuk kepedulian pada nasib bangsa ini dan juga telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang diwajibkan oleh ALLAH pada setiap Muslim.
  4. Tetap waspada, selalu rasional, tahan emosi dan semakin teliti terhadap pemberitaan di sosial-media terutama yang berhubungan dengan rezim berkuasa agar terhindar dari HOAX maupun pidana UU ITE. Lakukan proses klarifikasi/tabayun terhadap setiap pemberitaan sensitif. ALLAH berfirman dalam Surah Al Hujurat ayat 6 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan kamu itu” . Imam Syafi’i berkata tentang ayat ini yaitu bahwa, “ Allah memerintahkan kepada seseorang yang akan memutuskan suatu hal pada orang lain agar terlebih dahulu melakukan klarifikasi.” Cek sumber/link pemberitaan, jangan terkecoh dengan judul pemberitaan yang terkesan bombastis(memang teknis pemasaran berita yang paling populer) kemudian bandingkan dengan sumber lain. Jika semakin banyak sumber menyajikan berita yang sama maka bisa dikatakan semakin valid berita tersebut.
  5. Tetap konsisten menebar opini kebangkitan Islam walau harus menerima ancaman. Jika membaca sejenak kisah perjuangan Rosul dan segala ancaman yang menimpa Beliau maka ujian di jalan dakwah saat ini tidaklah terlalu berpengaruh untuk membuat pengemban dakwah mundur. “Sesungguhnya ALLAH talah membeli dari orang-orang mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka..........Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.”(QS:At taubah:111).
  6. Kendalikan keberanian dan ketakutan terhadap ancaman/makar manusia. Ingatlah bahwa setiap ancaman yang menimpa setiap individu tidak akan terjadi kecuali dengan izin ALLAH. Jika sudah sampai janji ALLAH untuk menguji keimanan setiap individu maka bersabar merupakan tindakan yang paling tepat.  ALLAH telah berfirman: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?”(QS:Al Ankabut:2-3).
  7. Terus berjuang hingga terjadi perubahan komprehensif berdasar Islam atau hingga ajal memisahkan antara pejuang dan perjuangannya.

Peran Negara

Negara dengan segala kemampuannya seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggungjawab dalam pencegahan(aspek preventif) dan penanggulangan (aspek kuratif) penyebaran HOAX.

Aktivitas preventif yang bisa dilakukan Negara untuk mencegah penyebaran HOAX dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Menerapkan kurikulum pendidikan yang berasas aqidah Islam sehingga menghasilkan individu  bertaqwa yang selalu merasa diawasi oleh ALLAH di setiap kondisi dan memahami konsekusensi setiap perbuatan baik di dunia maupun di akhirat termasuk perbuatan menyebar HOAX.
  2. Meninggalkan sistem demokrasi dalam bernegara karena sistem ini terbukti mahal dan merusak. Sistem ini berbiaya mahal menimbulkan indikasi bahwa rezim berkuasa mati-matian mempertahankan kekuasaannya demi mengembalikan modal dan memperkaya diri, kolega, dan kelompoknya dengan berbagai cara bahkan dengan menyebar HOAX yang “membangun”.
  3. Membuat seperangkat aturan transaksi elektonik semisal UU ITE berdasarkan pendapat para ahli dan diputuskan oleh Kepala Negara untuk digunakan(prinsip adopsi Hukum).
  4. Membentuk Badan Khusus (bisa disebut Badan Siber Negara) di bawah Departemen Penerangan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terstruktur dan sistematis tatacara penyebaran informasi yang benar(terangkum dalam aturan ITE) . Badan Khusus ini dibekali perangkat yang canggih dan memadai juga melakukan pengawasan efektif dan efisien terhadap arus informasi di dunia maya hingga mampu menelusuri dan memastikan sumber pertama sebuah informasi, jangkauan sebaran, dan penyebarnya. Badan ini juga memiliki kemampuan analisis terhadap  motif pelaku penyebar HOAX berdasarkan data digital pelaku yang berhubungan semisal data afiliasi politik, kondisi ekonomi, kondisi sosial, bahkan transaksi keuangan pelaku untuk menjadi bahan penyelidikan Kepolisian.
Terakhir aktivitas kuratif yang bisa dilakukan negara untuk menanggulangi penyebaran HOAX dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Bekerjasama dengan penyedia layanan sosial media untuk menghentikan penyebaran HOAX dari database penyedia layanan tersebut.
  2. Memerintahkan pada kepolisian untuk bertindak menyelidiki dan menahan pihak yang diduga bertanggungjawab sebagai sumber pertama(aktor intelektual) dan penyebar konten HOAX untuk diproses ke pengadilan.
  3. Menetapkan hukuman yang setimpal berdasarkan temuan dan analisis dampak melalui proses ijtihad Qodhi sehingga menjadi pembelajaran bagi masyrakat luas.
Wallahu’alam..

Posting Komentar untuk "Menggagas Masyarakat Bebas HOAX"