Sekularisme-Radikal Hanya Menghasilkan "NEW ABNORMAL" - Buletin Kaffah No. 146
Buletin Kaffah No. 146 (27 Syawal 1441 H-19 Juni 2020 M)
Salah satu isu konstroversial yang banyak menyita perhatian
publik akhir-akhir ini adalah RUU-HIP (Haluan Ideologi Pancasila). Kelompok
sekular-radikal dicurigai berada di balik usulan RUU-HIP ini. Mereka
inilah—bukan HTI—yang terbukti ingin ‘mengubah’ Pancasila meski dengan sekadar
‘memeras’ Pancasila menjadi Trisila, bahkan Ekasila. Apalagi mereka tidak mau
mencantumkan dalam RUU-HIP itu konsiderans TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Larangan Penyebaran Paham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Melihat sejumlah pasalnya yang sangat radikal-sekular, jika
RUU-HIP ini berhasil disahkan menjadi UU, boleh jadi UU tersebut akan makin
mengokohkan sekularisme di negeri ini. Cita-cita umat Islam untuk diatur oleh
syariah Islam pun akan makin sulit. Bahkan boleh jadi akan makin dimusuhi
karena bakal dituding sebagai anti Pancasila.
Kehidupan Normal Umat Islam
Bagi kaum Muslim, kehidupan yang normal tentu adalah
kehidupan yang diatur dengan syariah Islam. Sebabnya, Islam bukan sekadar agama
spiritual dan moral belaka. Islam pun tak melulu berurusan dengan
persoalan-persoalan transendental (keakhiratan) saja. Islam sekaligus merupakan
ideologi/sistem kehidupan. Artinya, Islam mengatur pula urusan keduniaan
(ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, hukum, pendidikan, dsb).
Karena itulah Allah SWT memerintah kita agar ber-Islam
secara kaffah (total):
َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู
َُููุง ุงุฏْุฎُُููุง ِูู ุงูุณِّْูู
ِ َูุงَّูุฉً
ََููุง ุชَุชَّุจِุนُูุง ุฎُุทَُูุงุชِ ุงูุดَّْูุทَุงِู ุฅَُِّูู َُููู
ْ ุนَุฏٌُّู ู
ُุจٌِูู
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian semuanya ke
dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan.
Sungguh setan itu adalah musuh nyata kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).
Menurut Imam al-Jazairi, dalam ayat ini Allah SWT menyeru
para hamba-Nya yang Mukmin dengan memerintah mereka agar masuk Islam secara
total. Tidak boleh memilah-milah dan memilih-milih syariah dan hukum-hukum-Nya.
Dalam arti (tidak boleh) syariah yang sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu
mereka, mereka terima dan mereka amalkan. Sebaliknya, syariah yang bertentangan
dengan kepentingan dan hawa nafsu mereka, mereka tolak serta mereka tinggalkan
dan campakkan (Al-Jazairi, Asyar at-Tafasir, 1/97).
Dengan demikian normalnya kaum Muslim hidup diatur hanya
oleh syariah Islam. Inilah kehidupan yang dijalani oleh umat Islam selama tidak
kurang dari 14 abad. Terhitung sejak zaman Baginda Nabi Muhammad saw. (sejak
beliau mendirikan Daulah Islamiyah) hingga era Kekhilafahan Islam (Khulafaur
Rasyidin, Khilafah Umayah, Khilafah Abasiyah dan Khilafah Utsmaniyah). Baru
setelah Khilafah Utsmaniyah diruntuhkan pada tahun 1924 oleh Mustafa Kamal
Attaturk—seorang sekular-radikal—yang didukung oleh Inggris, kehidupan kaum
Muslim diatur oleh hukum-hukum Barat sekular. Tidak lagi diatur oleh syariah
Islam, kecuali dalam urusan privat seperti ibadah ritual, pernikahan dan waris.
Kondisi abnormal bagi kaum Muslim ini terus berlangsung hingga hari ini.
‘New-Abnormal’
Penerapan hukum-hukum Barat sekular atas kaum Muslim di
seluruh dunia—yang menggantikan syariah Islam—tentu adalah kecelakaan sejarah. Setidaknya ada dua
faktor penyebabnya. Pertama: Faktor internal, yakni kemunduran Khilafah
Utsmaniyah hingga berakhir dengan keruntuhannya. Kedua: Faktor eksternal, yakni
kebangkitan Barat—dengan Kapitalisme-sekularnya—yang dibarengi dengan nafsu
penjajahannya atas dunia, khususnya Dunia Islam. Penjajahan Barat tak hanya bermotif
ekonomi (menguras kekayaan negara-negara jajahan). Penjajahan Barat juga
bertujuan politik, yakni penyebaran dan penerapan akidah sekularisme—dengan
kapitalisme dan demokrasinya—atas dunia, khususnya Dunia Islam. Selebihnya,
penjahahan Barat juga dimanfaatkan untuk memuluskan misi kristenisasi di
negara-negara terjajah, khususnya di Dunia Islam. Karena itulah penjajahan
Barat identik dengan gold, glory dan gospel.
Sayang, ketidaknormalan (abnormalitas) kehidupan kaum Muslim
yang telah berlangsung nyaris satu abad ini tak banyak disadari oleh umat Islam
sendiri. Seolah-olah hidup di bawah naungan Kapitalisme global saat ini adalah
normal. Seolah-olah kehidupan sekular—yang menihilkan peran agama (Islam) dalam
mengatur kehidupan—bagi kaum Muslim saat ini adalah wajar. Seolah-olah
kehidupan yang tidak diatur oleh syariah Islam saat ini bukan sesuatu yang
abnormal.
Padahal jelas, bagi kaum Muslim, kehidupan sekular saat
ini—yang tidak diatur oleh syariah Islam secara kaffah—adalah kehidupan yang
tidak normal. Karena itu jika pasca karantina, bahkan pasca Corona, kaum Muslim
tetap berkutat dengan sekularisme—yakni tetap menerapkan sistem
kapitalisme-demokrasi—maka mereka sesungguhnya sedang menuju ‘new-abnormal’
(ketidaknormalan baru). Pasalnya, kehidupan sekular pasca Corona akan jauh
lebih buruk. Sebabnya, Kapitalisme global telah gagal. AS—sebagai kampiun
negara kapitalis—adalah contoh terbaik dalam hal ini.
Pandemi Corona (Covid-19) benar-benar menyingkap kebobrokan
AS dengan Kapitalisme globalnya.
Di bidang kesehatan, misalnya, hampir seperempat orang
dewasa AS tidak memiliki akses tunjangan medis. AS pun tidak punya rencana
komprehensif untuk menanggulangi Corona. Karena itu dikhawatirkan penyebaran
virus Covid-19 pada musim gugur 2020 mendatang akan berakhir menjadi musim
dingin tergelap sepanjang sejarah modern.
Di bidang ekonomi, Gubernur Bank Sentral, Federal Reserve,
Jerome Powell dan Menkeu Steven Mnuchin memberikan gambaran suram kehancuran
ekonomi akibat pandemi.
Di bidang sosial, pandemi ini juga kian menyingkap rasisme
sistemik yang mendera AS. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, 40 persen rumah
tangga kulit hitam dan hampir 50 persen rumah tangga hispanik bermasalah dalam
membayar tagihan dibandingkan dengan 21 persen rumah tangga kulit putih
(Rand.org, 3/6/20).
Ironisnya, saat mayoritas penduduk AS menghadapi masalah
ekonomi, kelompok terkaya justru diuntungkan. Laporan Americans for Tax
Fairness menyebutkan kekayaan bersih miliuner AS tumbuh 15% dalam dua bulan
lockdown hingga bertambah US$434 miliar (setara Rp 6.500 triliun).
Inilah kondisi abnormal yang dialami AS—juga umumnya
negara-negara Barat—dengan Kapitalisme globalnya. Boleh jadi, pasca Corona, AS
dan Eropa sesungguhnya sedang menuju ‘new-abnormal’. Bukan new-normal.
‘New-Abnormal’ ini sangat mungkin dialami oleh banyak negara di dunia. Termasuk
negeri ini. Apalagi pasca Corona, banyak pengamat memprediksi bakal terjadi
resesi global yang jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan berbagai krisis yang
pernah dialami dunia sebelumnya. Tentu selama dunia tetap ada di bawah ideologi
sekular, yakni Kapitalisme global, sebagaimana saat ini.
Kembali ke Ideologi Islam
Ideologi (Arab: mabda') dapat didefinisikan sebagai
keyakinan rasional (yang bersifat mendasar, pen.) yang melahirkan sistem atau
seperangkat peraturan tentang kehidupan (An-Nabhani, 1953: 22).
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, hanya ada tiga di
dunia ini yang layak disebut sebagai ideologi: Islam, Kapitalisme dan
Sosialisme-Komunisme.
Sosialisme-Komunisme adalah ideologi yang didasarkan pada
akidah materialisme. Materialisme memandang alam semesta, manusia dan kehidupan
merupakan materi belaka. Materi ini mengalami evolusi dengan sendirinya secara
subtansial. Karena itu tak ada Pencipta (Khalik) dan yang dicipta (makhluk)
(Ghanim Abduh, 2003: 3).
Oleh karena itu, penganut akidah materialisme pada dasarnya
ateis (mengingkari Tuhan). Bahkan penganut ideologi Sosialisme-Komunisme—yang lahir
dari akidah materialisme ini—memandang keyakinan terhadap Tuhan (agama)
berbahaya bagi kehidupan. Dalam bahasa Lenin (1870-1924), keyakinan terhadap
agama adalah "candu" masyarakat dan "minuman keras"
spiritual.
Itulah mengapa para penganut ideologi Komunisme sangat
memusuhi agama. Karena itu jika hari ini ada sekelompok orang yang selalu
memusuhi agama (Islam) boleh jadi mereka sudah terasuki oleh paham komunis.
Berikutnya ideologi Kapitalisme. Dasarnya adalah akidah
sekularisme. Sekularisme adalah paham yang mengakui eksistensi Tuhan, tetapi
tidak otoritas-Nya untuk mengatur kehidupan manusia. Artinya, sekularisme
mengakui keberadaan agama, tetapi tidak otoritasnya untuk mengatur kehidupan
manusia. Yang punya otoritas untuk mengatur manusia adalah manusia sendiri.
Secara historis, sekularisme adalah "jalan tengah"
yang lahir di Eropa pasca Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Prancis
pada akhir abad ke-18. Dari sekularisme inilah lahir ideologi Kapitalisme yang
diterapkan di Eropa, lalu AS. Melalui imperalisme Barat, Kapitalisme kemudian
dipaksakan untuk diterapkan di berbagai negara di dunia, termasuk negeri ini.
Adapun ideologi Islam dasarnya adalah akidah Islam. Akidah
Islam meyakini keberadaan Tuhan (Allah SWT) sekaligus mengakui bahwa Dialah
satu-satunya yang memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan manusia dengan
syariah-Nya (QS al-An’am [6]: 57). Manusia hanya sekadar pelaksananya saja.
Alhasil, dunia yang normal sesungguhnya adalah dunia yang
diatur hanya oleh syariah Islam. Karena itu bagi kaum Muslim, new-normal adalah
saat mereka kembali ke pangkuan ideologi Islam, yakni saat mereka kembali
menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan
malah mempertahankan sekularisme.
Apalagi sekularisme-radikal yang pasti hanya menghasilkan kehidupan
‘new-abnormal’. []
—*—
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
ุฃََูุญُْูู
َ ุงْูุฌَุงَِِّูููุฉِ َูุจْุบَُูู َูู
َْู ุฃَุญْุณَُู ู
َِู ุงَِّููู
ุญُْูู
ًุง َِْูููู
ٍ َُُِูููููู
Apakah hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang
lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin? (QS al-Maidah
[5]: 50). []
—*—
Posting Komentar untuk "Sekularisme-Radikal Hanya Menghasilkan "NEW ABNORMAL" - Buletin Kaffah No. 146"