Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Upaya Menggiring Islamophobia di Tengah Pandemi



Oleh Dedah Kuslinah
(Muslimah Ideologis Khatulistiwa)

Tiada hari tanpa korban covid-19. Jumlahnya semakin bertambah. Tidak memandang siapa? Apa profesinya? Menjadi panutan atau tidak? Semua rentan untuk terpapar. Karena ketidakjelasan langkah yang diambil penguasa untuk menyelesaikan masalah ini.

Di sisi lain, pemberitaan dari kalangan muslim yang terpapar covid-19, seperti pemuka agama yang ikut hadir di acara Tabligh Akbar semakin santer.

Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, Barita P Ompusunggu membenarkan informasi yang beredar di media sosial di mana menyebutkan salah satu jamaah sekaligus pemuka agama dari Kota Singkawang yang ikut dalam Tabligh Akbar di Sulawesi Selatan pada Maret 2020, kini terkonfirmasi positif covid-19. (kalbar.antaranews.com/17/4/2020).

Satu pekan sebelumnya, berkembang juga pemberitaan yang mengabarkan bahwa dua orang jamaah dari rombongan Sajadah Fajar (SF) meninggal, ketika bersafari ke masjid-masjid di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang, Kalbar pada 28 Februari 1 Maret 2020.

Kadinkes Kalbar sempat mengatakan bahwa Sajadah Fajar tidak kooperatif dan mengancam akan mempolisikan panitia karena tidak memberi data yang lengkap. Kadinkes juga sedang melakukan tracking keterkaitan jemaah Sajadah Fajar dengan Jemaah Tabligh di Malaysia dan melakukan rapid test kepada anggota rombongan. Sajadah Fajar telah menjadi organisasi keagamaan yang solid, menggelar kegiatan sosial, mendekati instansi pemerintah dalam menyemarakkan salat Subuh. Corona memang tak sepenuhnya membuat Sajadah Fajar bergeming. Mereka tetap menjalankan rutinitas seperti biasa. (tirto.id /8/4/2020)

Aroma Islamophobia makin kentara. Mengulik kasus satu jamaah Tabligh Akbar yang terpapar covid-19 dan meninggalnya dua jamaah Sajadah Fajar lebih menarik dibanding korban covid-19 lainnya yang meninggal?

Kemudian kekeliruan pandangan memahami fakta korona dan menyikapinya, apalagi ditambah sebagai jemaah yang melakukan dakwah, pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh para pembenci Islam untuk menyerang Islam

Ungkapan seperti “kami lebih takut kepada Tuhan” atau tak bergeming dengan korona untuk tetap malaksanakan rutinitas seperti biasa, menjadi argumentasi para pembenci Islam untuk memecah umat. Seolah menganggap kaum muslimin yang memilih hukum syara karantina, lebih takut terhadap wabah dibandingkan Tuhan.

Apalagi sampai men-tracking keterkaitan para korban covid-19 dengan kelompok dakwah tertentu. Hal ini dimanfaatkan oleh kapitalis liberal untuk menggiring opini dan menyudutkan Islam, serta aktivitas kaum muslimin.

Seyogianya tracking berdasarkan data, jangan dengan menyatakan asumsi sehingga memberi celah untuk dimanfaatkan sebagai landasan dalam membuat framing terhadap ormas-ormas Islam seperti yang terjadi selama ini. Memang framing tidak menyangkal fakta, tapi membelokan secara halus ke bingkai yang bisa jatuhkan Islamjet, aktivitas, atau ormasnya.

Tidak hanya di Pontianak, di belahan bumi mana pun jamaah dakwah dan aktivitasnya selalu dijadikan kambing hitam, guna meredam kebangkitan Islam.

Jakarta, CNN Indonesia-India mendakwa pemimpin Jamaah Tabligh, Muhammad Saad Khandalvi, dengan tuduhan pembunuhan lantaran menggelar pertemuan saat kebijakan pembatasan pergerakan atau lockdown akibat Virus korona (covid-19) berlangsung. Dakwaan itu dijatuhkan setelah acara Jamaah Tabligh yang digelar di sejak 3 maret hingga akhir Maret lalu menjadi cluster penyebaran korona di India. Acara yang dihadiri 7.600 warga India dan 1.300 warga asing termasuk Indonesia. Setidaknya lebih dari 1.000 peserta Jamaah Tabligh di Nizamuddin, New Delhi termasuk warga Indonesia dinyatakan positif korona tak lama setelah menghadiri acara tersebut. Berdasarkan UU pidana pasal 304 tentang pembunuhan, ancamannya 10 tahun penjara. (CNN Indonesia, 17/4/2020).

Beginilah cara sistem demokrasi sekuler kapitalis, untuk membiaskan opini kebangkitan Islam yang telah mewarnai jiwa kaum muslim. Wabah bukannya diselesaikan dengan baik tapi dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan dengan menghajar Islam dan orang orang kritis terhadap kebijakan penguasa.

Tak dipungkiri, di tengah pandemi covid-19, umat Islam di berbagai negeri menjadi korban tindakan diskriminasi dan kebencian warga non muslim. Muslim dituduh menjadi sumber sebaran wabah (kasus Jamaah Tabligh) dan sengaja menyebar virus untuk membunuh non muslim. Islamphobia akan terus digaungkan. Faktanya, selalu muncul kasus-kasus Islamofobia yang dilakukan oleh kelompok terorganisir bahkan menjadi bahan kampanye para politisi. Islamphobia adalah penyakit akut masyarakat sekuler yang mengkampanyekan antidiskriminasi dan kesetaraan.

Kini, kaum muslim didakwa dengan sengaja menyebar virus untuk membunuh non muslim. Padahal umat Islam sangat menyakini firman Allah SWT dalam surah Al Maidah ayat 32 yang artinya:
“ …barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”

Ketakutan para pembenci Islam akan bangkitnya Islam, telah mengupayakan berbagai cara, sampai-sampai wabah covid-19 pun direkayasa untuk mencitraburukkan Islam, dakwah, aktivisn, dan ormasnya. Serta membangkitkan rasa benci dan permusuhan dunia terhadap Islam dan pemeluknya. Membungkam para pejuang dan pengemban dakwah Islam. Ini menjadi bukti kerusakan masyarakat sekuler dan kegagalan sistem menciptakan integrasi/keharmonisan masyarakat.

Wallahu ‘alam bish shawab.



Posting Komentar untuk "Upaya Menggiring Islamophobia di Tengah Pandemi"