Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENUJU KOTA IMPIAN

Umat islam semestinya menjadi umat yang unggul dibandingkan dengan umat yang lain. Keunggulan umat islam tentu saja harus di ikat dengan ikatan yang layak dan benar. Ikatan tersebut tidak lain adalah akidah islam. Selain itu juga diikat dengan perasaan, penerimaan dan aturan yang sama untuk menjaga interaksi antara mareka. Bahkan dapat mengikat bangsa dan umat lain sehingga mereka disebut sebagai masyarakat islam.

Bersyukur Allah sudah menjadikan diri ini menjadi bagian dari umat islam, bahkan dapat beraktivitas dengan tujuan untuk melanjutkan kehidupan islam. Saya dengan beberapa teman lainnya, diikat dengan akidah islam tersebut. Di antara kami terjalin hubungan yang tidak sekedar hubungan pertemanan biasa. Suatu waktu menjadi ayah yang menasehati dan mengayomi, bahkan bisa menjadi saudara untuk saling membantu, termasuk kadang menjadi anak yang perlu disayangi. Bisa juga menjadi hubungan antara guru dan murid. Artinya hubungan antara kami bukanlah hubungan yang biasa. 

Istilah pertemanan ternyata ada beberapa tingkatan, apabila kita merujuk dari sisi bahasa. Khusus bahasa arab ada tingkatan tersebut. Diantaranya misalnya teman kerja, teman sebaya, teman ngobrol malam hari, teman minum, teman rapat, teman perjalanan, teman kesayangan, teman menasehati, teman rahasia, teman yang dicintai, teman setia/sehidup semati. Yang terakhir ini lah mungkin dapat diartikan sebagai wujud dari pertemanan yang di ikat dengan ikatan akidah dan dakwah sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabat yaitu teman setia/ sehidup semati di jalan dakwah atau membela agama Allah SWT.

Perbincangan yang biasa kami lakukan dapat berubah-ubah, kadang kala kami membicarakan sesuatu yang serius, namun juga sesekali bercanda dan bersenda gurau. Bisa dalam cuaca yang panas sekali, namun hujan gerimis pun akan dilalui dalam rangka menghadiri atau bertemu antara satu dengan yang lain.

Padahal sebelumnya kami tidak pernah mengenal. Kalau berteman karena pekerjaan itu suatu keharusan karena setiap hari akan bertemu untuk melakukan pekerjaan tertentu. Mejadi teman sebaya juga akan menyesuaikan dengan lingkungan tempat tinggal karena sebagai tetangga. Namun ketika pertemanan ini dibangun dengan landasan akidah, maka akan terjadi ikatan emosional yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya tanpa memandang asal kami darimana.

Perbicangan suatu malam diawali dengan menceritakan berbagai pengalaman pribadi baik dalam urusan dakwah, kehidupan sehari-hari, kondisi lingkungan tempat tinggal dan aktivitas dalam dunia kerja. Bercerita sambil menyeruput segelas kopi atau secangkir teh rempah dapat juga dilakukan. Bahkan sambil mengunyah makanan khas, baik lokal maupun luar daerah, atau bahkan makanan dari timur tengah.

Ada satu hal yang menarik ketika kami membicarakan masalah tempat tinggal. Berbicara mengenai kota, tidak semua kota akan menjadi nyaman dan enak untuk ditinggali. Terlebih lagi terkait dengan fasilitas, pelayanan atau bahkan kemudahan akses bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mengapa? Bukan sekedar masalah dari sisi kenyamanan dan pelayanan, atau masalah kemacetan saja, namun dari sisi suasana lingkungan yang jauh dari nuansa islam, semakin membuat kota tersebut tidak nyaman.

Terbayang bagaimana islam dengan ikatan akidah islamnya membangun peradaban, membentuk masyarakat serta mengikat antara anggota-anggota masyarakat tersebut dengan aturan-aturan islam. Bagaimana juga peran negara dalam memberikan pelayan dan kenyamanan untuk hunian dan tempat tinggal bagi masyarakatnya. Termasuk menjamin berbagai kebutuhan sehari-hari yang dipermudah dalam hal ketersediaan maupun akses untuk mendapatkannya.

Salah satu contoh kota hasil peradaban islam adalah Kota Baghdad. Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Priyoto (2012) menyatakan Baghdad adalah kota yang tertata rapi, dengan saluran sanitasi pembuang najis di bawah tanah serta jalan-jalan luas yang bersih dan diberi penerangan pada malam hari. Ini kontras dengan kota-kota di Eropa pada masa itu, yang kumuh, kotor dan di malam hari gelap gulita, sehingga rawan kejahatan. Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada kota-kota lainnya. 

Namun Baghdad tidak akan menjadi kota yang efektif kecuali dengan perencanaan yang luar biasa. Empat tahun sebelum dibangun, para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia datang dan membuat perencanaan kota. Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi juga didatangkan untuk mensurvei rencana-rencana. Banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota. Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 Kilometer. 

Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya. Abu Hanifah adalah penghitung batu bata dan dia mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. 

Setiap bagian kota direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. 

Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum. 

Perencanaan kota juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan. Ada empat benteng yang mengelilingi Baghad, masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus, sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut. Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.

Hal lainnya adalah pengaturan pergerakan dan penggunaan ruang publik masyarakat antara laki-laki dan wanita. Terdapat perbedaan dari segi tempat dan waktu penggunaanya. Dari segi tempat, ada pasar yg dikhususkan bagi wanita saja, ada jalur-jalur pedestrian yg lebih sering /khusus dilewati oleh wanita dan memiliki batasan untuk diakses laki-laki. Masalah penataan ruang kota dibagi ke dalam dua wilayah yaitu wilayah umum dan wilayah khusus.

Kembali pada perbincangan kami. Tersebut nama kota yang menjadi salah satu ibu kota negeri muslim. Kota ini tidak layak huni, selain akses yang sulit untuk menjangkau dalam rangka memenuhi kehidupan sehari-hari, namun juga suasana lingkungan yang kurang kondusif untuk bersosialisasi, karena semuanya dipaksa hidup dalam sistem kapitalisme-sekuler. Ya kota itu bernama Jakarta. Sebenarnya kota ini layak untuk menjadi kota yang dibanggakan, namun dengan catatan, bahwa islam harus diterapkan dan menjadi asas dalam perencanaan pembangunan kota. Sementara saat ini ketika sekulerisme telah merasuki kota tersebut, jangan harap akan mejadi kota yang diimpikan.

Bagi kami, tinggal dimana saja tetap harus dilewati. Berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan udhuwiyah (pokok), bersamaan dengan melakukan kewajiban dakwah sebagai bentuk penunaian amanah. Yaitu menjadikan islam politik dan ideologis ini agar diemban oleh umat untuk diterapkan. Sehingga terwujudnya kota-kota impian menjadi suatu keniscayaan. 

Semoga kami tetap menjadi teman setia di jalan dakwah, terlebih lagi menuju kota impian yang sejati yaitu surganya Allah SWT. Selamat beraktivitas, semoga Allah selalu memberkahi seluruh langkah kaki kita ini. Amiin.

Wallahu’alam

Oleh : W.Irvandi

Posting Komentar untuk "MENUJU KOTA IMPIAN"