Teladan PILKADA ala Rasulullah SAW
Kita
baru saja melewati pesta demokrasi daerah dengan terselenggaranya Pilkada untuk
memilih Gubernur dan Walikota/Bupati di berbagai wilayah Indonesia. Namanya
pesta, maka sudah pasti penyelenggaraannya sangat mahal. Uang milyaran tidak
hanya dikeluarkan oleh Pemerintah sebagai penyelenggara. Para kontestan pun
harus merogoh kocek dalam untuk membiayai “perjuangan mereka”. Dan akan lebih
mahal lagi jika dihitung ongkos sosial yang dapat saja timbul. Seperti biaya
untuk menangani konflik masyarakat antar pendukung calon atau rusuh pasca penghitungan
suara karena ketidakpuasaan.
Padahal
ongkos mahal tersebut belum tentu membawa hasil sesuai yang diharapkan.
Inginnya pilkada akan menghasilkan pemimpin terbaik karena dipilih langsung
rakyat. Asumsinya dengan dipilih langsung maka rasa tanggungjawab dan
keberpihakan kepada rakyat tentu akan sangat besar. Sayangnya fakta berbicara
lain. Setelah duduk justru tidak sedikit para kepala daerah yang dipilih langsung oleh
rakyat ini ditangkap atas berbagai kasus korupsi. Kekuasaan yang diamanahkan
rakyat justru diselewengkan untuk mengambil uang rakyat demi kepentingan
pribadi maupun kelompok pendukungnya. Banyaknya kasus seperti ini menunjukkan
ada yang salah dengan model kita dalam memilih para Pemimpin di daerah. Sistem
yang berlaku saat ini justru pada akhirnya memaksa kekuasaan yang telah
dimiliki digunakan untuk mengembalikan modal atau untuk membiayai pencalonan
berikutnya. Termasuk untuk mengganti dan membalas jasa para pendukung yang juga
telah berkorban modal yang tidak sedikit.
Tidak
berlebihan kekhawatiran banyak pihak jika ini terus berlangsung Indonesia akan
terbawa ke ambang kebobrokan Pemerintahan yang dimulai dari daerah. Evaluasi
untuk kemudian mencari model alternatif wajib dilakukan demi perbaikan
kehidupan bernegara kita.
Alternatif
model untuk mencari Pemimpin di daerah dapat merujuk pada Rasullullah SAW
sebagai teladan terbaik bagi mereka yang mengharap Rahmat Allah SWT. Tak
terbantahkan bahwa Rasulullah SAW adalah kepala negara Daulah Islam yang
berpusat di Madinah. Wilayah kekuasaannya meliputi Jazirah Arab. Wilayah yang
sangat luas karena di zaman sekarang wilayah tersebut justru terpecah menjadi
beberapa Negara. Wilayah-wilayah tersebut tentu beberapanya cukup jauh dari
jangkauan langsung “kepemimpinan Madinah”. Sehingga harus dipimpin sosok yang
mewakili beliau dalam hal mengurus rakyat disana.
Pemilihan
kepemimpinan daerah model Rasulullah ini dilakukan dengan metode penunjukan
langsung oleh Rasulullah sebagai kepala Negara. Tentu saja tidak sembarang
pilih. Beliau memilih seorang laki-laki dengan figur yang cakap dan faqih
(faham aturan syariat) lagi terpercaya untuk menjadi Wali (Gubernur) di suatu
wilayah. Para Gubernur ini diberikan wasiat agar mengurus dan melayani rakyatnya
berpedoman dengan aturan dari Allah dan petunjuk Rasul-Nya.
Model
ini tidak hanya efisien, namun juga sangat efektif untuk merealisasikan tujuan bernegara.
Efisien karena tidak perlu biaya tinggi seperti halnya Pilkada langsung seperti
saat sekarang. Namun cukup menjanjikan untuk menghasilkan sosok berkualitas. Efektif
karena tata cara memimpin dan mengurus rakyat sudah dipersiapkan dan tinggal
dilaksanakan. Yakni harus merujuk pada aturan yang telah tercantum dalam
Alquran dan Sunnah Rasul. Efektivitas pun didorong oleh kewajiban taat dari rakyat
selama Kepala Daerah berpegang pada aturan Syariat. Inilah yang menjadi modal
utama dalam merealisasikan kebaikan bagi suatu wilayah pemerintahan.
Dalam
kepemimpinan, Gubernur juga adalah manusia yang bisa salah dan khilaf. Untuk
itu perlu ada mekanisme mengantispasinya. Disinilah keunggulan model
pemerintahan daerah ala Islam. Kepemimpinan tidak hanya bertumpu pada kesolehan
individu semata. Ada mekanisme untuk mengantisipasi kekhilafan. Inilah sistem
yang manusiawi, yang paham bahwa yang menjalankan adalah manusia dan bukan
malaikat. Sehingga perlu dibentengi dengan aturan main dan sistem. Ibarat
seorang Imam dalam sholat berjamaa’ah, akan terus ditaati selama meng-imami dengan
benar sesuai mekanisme sholat berjamaah. Ketika ada bacaan atau ada gerakannya
salah, ma’mum akan menegur. Ketika Imam batal atau tidak dapat melanjutkan
sholat, maka segera makmum yang ada dibelakang Imam bergegas menggantikan
kepemimpinan.
Maka,
bagi Kepala Daerah yang melenceng dapat segera dicopot oleh Rasulullah. Tidak
perlu menunggu 5 tahun. Laporan akurat dari rakyat baik secara langsung maupun
lewat perwakilan (majelis umat) dari wilayah yang dipimpin si Gubernur cukup jadi
alasan pencopotan. Sebaliknya, bagi para pemimpin yang baik, kepemimpinan mereka
tidak dibatasi hanya 5 tahun. Rakyat dapat menikmati kepemimpinan mereka lebih
lama. Sesuai dengan petuah para bijak pandai; hidup dibawah kepemimpinan yang
baik terasa singkat meski waktunya panjang, namun buruknya kepemimpinan meski
sehari seperti menanti setahun lamanya.
Kontrol
dari rakyat serta ketegasan Kepala Negara memang penting untuk menjaga agar
kepemimpinan di daerah tidak korup dan tidak zalim. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah kebijakan dan aturan-aturan yang diterapkan oleh Pemimpin
Daerah. Dalam Islam, siapapun Pemimpin baik di pusat maupun di daerah harus
menerapkan syariat dalam pemerintahannya. Inilah yang sebenarnya menjamin baik
tidaknya suatu pemerintahan. Kebijakan dan aturan yang baik pasti menghasilkan
kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya kezalimaan akan terjadi
tatkala kebijakan dan aturan tidak mengikuti aturan syariat. Dalam rangka
menjaga agar penguasa tidak dzalim, kelak sepeninggal Rasulullah, ketika
wilayah Daulah Islam semakin luas, didirikanlah Mahkamah Madzalim yang
berfungsi mengadili kezaliman penguasa dan pelanggarannya. Wallahu’alam.[]
Oleh : M.
Kurniawan.M.Sc.
Ketua Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (PRIMA) KALBAR
Posting Komentar untuk "Teladan PILKADA ala Rasulullah SAW"