Blokir Film Khilafah, Sama dengan Penguburan Sejarah
Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
Praktisi Pendidikan
"Jejak khilafah di Nusantara (JKDN)" Begitulah judul film dokumenter, yang mampu menarik perhatian dengan jumlah 250 ribu pendaftar. Meski pemutaran perdananya mengalami pemblokiran di tengah penayangan, namun sukses tayang hingga akhir cerita.
Dilansir dari suara.com, "Video tidak tersedia. Konten ini tidak tersedia di domain negara ini karena ada keluhan hukum dari pemerintah," demikian isi notifikasi pemblokiran film. Jumat 21 Agustus 2020.
Hal ini, tentu banyak menuai polemik dan kegelisahan tersendiri. Mengingat sejarah yang selama ini terkubur dapat dinikmati kembali. Jejak khilafah tidak dapat dipungkiri memang pernah masuk di Nusantara, ada beberapa peninggalan uang koin, prasasti, dokumen bahkan surat, serta kuburan-kuburan para utusan kekhilafahan ustmaniyah pada saat itu.
Kemudian, tidak sampai di situ. Peran para wali yang merupakan utusan di masa ke khilafahan Ustmaniyah, turut mewarnai perjuangan Negeri ini. Seperti Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Yang berasal dari Palestina. Jasa beliau mendirikan Kudus yang merupakan kota kecil di Jawa Tengah.
Selain itu, ada pula dua wali yang berdakwah ke Banten yang juga berasal dari Palestina yaitu, Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Mereka berdakwah menyebarkan Islam di tanah Banten dengan penuh kesabaran.
Dan, yang lebih terkenal lagi adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, di tahun 1400 an. Beliau adalah ahli politik dan irigasi yang berhasil mendirikan kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Begitupan Aceh yang pernah menerapkan syariat Islam setelah pembai'atannya terhadap Sultan Selim II yang merupakan Khalifah pada masa itu.
Umat perlu menyadari, bahwa upaya penghalangan sejarah khilafah adalah kekalahan intelektual, hipokrisi demokrasi dan upaya sistematis negara untuk mengubur sejarah khilafah di nusantara. Sehingga memblokir film JKDN sama dengan mengubur sejarahnya.
Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi? Jika kita telusur kembali, pemblokiran yang dilakukan pihak penguasa sungguh tidak beralasan, memaksakan tidak adanya jejak sejarah kekhilafahan di Nusantara yang merupakan keniscayaan karena bukti-bukti jelas dan cukup banyak, tentu mencederai sejarah itu sendiri. Hal ini seperti ketakutan, sehingga mencari cara untuk mengaburkan, menghentikan bahkan mengubur sejarah tersebut. Ini memang wajar terjadi, mengingat sistem negeri ini adalah kapitalisme-sekularisme yang penerapannya dengan demokrasi (pemisahan agama dalam kehidupan). Ini tentu sangat bertentangan dengan Islam. Oleh karenanya untuk melanggengkan suatu sistem maka penguasa akan melakukan cara apapun. Termasuk menghalangi informasi sejarah khilafah di Nusantara diketahui rakyatnya.
Cara lain yang digunakan, dengan membenturkan pancasila dan khilafah. Bahkan menyamakan khilafah dengan komunisme sungguh merupakan penistaan agama yang nyata. Jika mempelajari lebih dalam sungguh perbedaan tersebut sangat jelas terlihat, bahwa khilafah ajaran Islan yang datang dari sang Pencipta sedangkan komunisme tidak mempercayai adanya tuhan, lahirnyapun atas buah pikir manusia. Selain itu, tak bisa dihilangkan dari ingatan, bahwa negeri ini merdeka tidak lepas dari perjuangan para ulama dan kaum muslim Indonesia, yang menginginkan negeri ini diatur oleh syariat Islam. Sehingga memperjuangkan khilafah adalah suatu kebutuhan dan kewajiban. Bukan malahan menerapkan sistem rusak saat ini seperti demokrasi yang nyata menyengsarakan rakyat.
Alhasil, kita lihat saat ini, pada sistem ekonomi, diterapkan ekonomi Kapitalis yang mengedepankan kepentingan para korporasi dan pemilik modal, sehingga riba atau bunga bank dan saham menjadi sah dan boleh di negeri ini, akhirnya berdampak pada resesi.
Di bidang pendidikan, yang tak kalah menyedihkan, sektor pendidikan dijadikan lahan perdagangan. Dapat kita lihat, tidak digratiskannya pendidikan dengan total bagi seluruh masyarakat, karena hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya.
Di bidang sosial, diterapkannya HAM (Hak Asasi Manusia) sehingga tingkah laku tak dapat lagi terkontrol, bagaimana tidak kebebasan berpendapat, berprilaku, beragama, dan kepemilikan, semua dilindungi oleh aturan negara. Yang akhirnya berdampak pada jauhnya etika dan penerapan agama. Berbeda dengan Islam yang merupakan agama sempurna. Tidak hanya membahas tentang ibadah ritual tapi juga tentang khilafah.
Khilafah, Kebutuhan Nusantara dan Dunia
Menguatnya opini khilafah mendorong kita untuk menggambarkan lebih luas urgensi kebutuhan bangsa dan dunia. Terlebih umat muslim dunia yang kini banyak mengalami pembantaian dimana-mana, karena tidak adanya perlindungan nyata oleh kekuasaan adidaya, selain itu terpecahnya umat muslim dalam sekat nasionalisme menjadikan umat muslim tidak lagi satu tubuh, maka khilafahlah satu-satunya yang menyatukan kaum muslim dunia dalam satu kepemimpinan. sistem khilafah pernah diterapkan oleh nabi kita Muhammad Saw. Maka, apa yang dicontohkan nabi harusnya juga kita terapkan karena merupakan salah satu pilar hukum dalam Islam.
Selain itu, urgentisitas kebutuhan umat akan khilafah tak dapat terbendung lagi. Memang sejarah tidak dapat kita jadikan sumber hukum karena sejarah hanya menjadi obyek berpikir dan obyek hukum. Sehingga memberikan tambahan kekuatan dan keyakinan bahwa memperjuangkan khilafah adalah suatu keniscayaan untuk dapat mewujudkan negara yang Rahmatan lilalamin. Maka saatnyalah kita berjuang bersama mengembalikan kehidupan Islam di muka bumi ini dengan menerapkan Khilafah minhaj nubuwwah yang dimulai dari diri kita serta meyakinkan negeri ini bahwa Khilafah adalah satu-satunya solusi problematika umat. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.
Posting Komentar untuk "Blokir Film Khilafah, Sama dengan Penguburan Sejarah"