Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demokrasi yg Menyuburkan Oligarki dan Politik Dinasti

Joseph E. Stiglitz sang peraih nobel ekonomi asal Amerika menyingkap praktek politik di negaranya yang dikontrol oleh segelintir elit. Dalam bukunya The Price of Inequality (2013) ia menggambarkan 1% populasi yang merupakan orang-orang terkaya telah mempengaruhi kebijakan negara sehingga menguntungkan kelompok mereka. 

Dengan pengaruh uang dan lobi politik, mereka mempengaruhi para  pengambil kebijakan yang menghasilkan kebijakan yang memuluskan kepentingan bisnis kelompok elit tadi. Akibatnya adalah kegagalan dalam sistem ekonomi. Jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin semakin lebar. 1% populasi memiliki kekayaan setara sepertiga dari kekayaan nasional. Kegagalan sistem ekonomi ini menurut Stiglitz terjadi oleh gagalnya sistem politik one man one vote.
Tidak berlebihan jika Stiglitz menuding sistem politik Demokrasi punya andil besar melahirkan oligarki. Fenomena yang mirip dapat dengan mudah kita jumpai di negeri kita. 

Demokratisasi mengizinkan itu terjadi. Praktek politik dinasti justru makin lazim setelah Indonesia berada di era reformasi, sebuah era yang menjadikan Indonesia semakin demokratis setelah lama berada dalam masa tangan besi. 

Manifestasi politik dinasti dapat dilihat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah misalnya. Jaringan anak, menantu, dan keluarga menduduki berbagai jabatan Eksekutif maupun legislatif di Provinsi dan Kabupaten / Kota. Pengaruh patron membuat keluarga mendapatkan fasilitas kendaraan politik hingga dukungan pemilik modal. Tak luput, fenomena ini juga singgah ke Istana. Presiden dan Wapres merestui anak dan menantu ikut pilkada akhir tahun 2020 ini. 

Meski tidak ada aturan yang melarang praktik dinasti politik, tetap saja banyak pihak menyuarakan keprihatinan kondisi tersebut. Mereka yang mempraktikkan politik dinasti berdalih dengan berlindung dibalik prosedur demokrasi. Alasan hanya ikut kontestasi, bukan penunjukan dan tidak ada paksaan bagi rakyat untuk memilih digunakan untuk menangkis serangan kritik. 

Namun sulit untuk tidak curiga. Sebab kita dipertontonkan “tidak normalnya” proses pencalonan para anggota dinasti. Indikasi pengistimewaan terlihat dari prosedur normal yang ditabrak. Pada beberapa kejadian Kader senior partai yang sejak awal sudah dinominasikan justru dibatalkan untuk kemudian dialihkan nominasi tersebut kepada orang yang minim pengalaman politik. Jelas faktor kekuasaan dan pengaruh dinasti berperan besar memuluskan langkah-langkah yang tampak dipermukaan telah memenuhi prosedur yang benar. 

Kekhawatiran besar kita, dinasti politik dapat membuat akses kekuasaan berpusar di sekitar keluarga maupun teman petahana. Praktek oligarki seperti ini rentan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan keluarga maupun segelintir para pendukung dinasti politik. Pada akhirnya rakyat yang dirugikan. Suara mereka hanya berfungsi sebagai cap legitimasi prosedur demokrasi. Setelah terpilih, kepentingan konstituen yang sesungguhnya lebih banyak terabaikan. 

Demokrasi awalnya dirancang sebagai sebuah sistem yang harusnya tidak cocok dengan model kekuasaan oligarki. Demokrasi adalah manifestasi kedaulatan dan kekuasaan rakyat, bukan segelintir orang. Kedaulatan dan kekuasaan rakyat diterjemahkan dalam prosedur demokrasi yang mengharuskan rakyat perkepala memilih para pemimpin mereka sendiri dan memilih wakil yang membuat peraturan negara. 

Namun prosedur ini ternyata bisa dikelabui. Sifat demokrasi yang lentur dan dibentuk oleh suara mayoritas dapat dibelokkan oleh kelompok yang memiliki pengaruh kuat. Aturan dan kebijakan hasil produk demokrasi adalah produk suara terbanyak, yang terkadang tidak melihat benar salah. Asal didukung siapa yang dominan. Prosedur yang harusnya mencerminkan kekuasaan rakyat, disiasati dengan cara menyajikan kepada khalayak calon-calon yang terbatas hanya dari hasil pilihan para elit. 

Hasil akhirnya dimenangkan para elit tadi. Sebab calon-calon ini akan terikat pada “janji politik” antara dirinya dengan para elit politik  saat diiming-imingi tiket pencalonan. Maka wajar, sebagaimana terjadi di Amerika, kebijakan yang keluar sebagai produk dari mereka yang terjebak dalam pusaran ini akan menguntungkan para pemilik modal. Baik modal kekuasaan maupun modal uang. Lalu, demokrasi pun menjadi ilusi.

B. Nawan
Pemerhati Sosial Politik 

Posting Komentar untuk "Demokrasi yg Menyuburkan Oligarki dan Politik Dinasti"