Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Film Jejak Khilafah di Nusantara : Antara Argumen dan Sentimen


Oleh : Ahmad Sastra

Khilafah benar-benar pernah ada dalam sejarah dan begitu kuat hubungannya dengan perkembangan Islam ke seluruh dunia, termasuk nusantara. Begitulah kesan pertama saat menyaksikan film Jejak Khilafah di Nusantara. Bahwa, penayangan film mengalami kendala, itu hal yang biasa, sebab rumus perjuangan Islam, selalu beriringan dengan hadirnya kaum kafir dan munafik yang menghalanginya.

Penulisan sejarah Islam memang banyak versinya dari berbagai penulis yang ada, baik sejarawan muslim maupun non muslim. Para misionaris pun tidak ketinggalam menulis sejarah Islam sejak zaman Rasulullah hingga perkembangannya di seluruh dunia. Perbedaan ini juga biasa terjadi, namun harus disikapi secara intelektual, bukan dengan persekusi ala preman.

Menonton film jejak sejarah khilafah di nusantara membawa kita kembali ke masa-masa dimana perjuangan dakwah Islam begitu indah dan melahirkan harmonisasi sosial. Islam hadir membawa perdamaian dan mendamaikan setiap konflik yang ada. Itulah mengapa, Islam begitu mudah diterima di Nusantara.

Nusantara, secara historis diliputi oleh dua kondisi, yakni adanya jejak khilafah dan atau jejak penjajah. Sejarah sesungguhnya cara kaum intelektual untuk memberikan bukti kepada semua kalangan secara lebih edukatif. Narasi sejarah bisa begitu dinikmati dengan menampilkan dalam bentuk film. Mestinya kaum muslimin bersyukur dengan adanya film jejak sejarah adanya khilafah ini.

Film ini juga mestinya menjadi pemicu kesadaran bahwa hari ini yang terjadi di Indonesia adalah jejak penjajah. Jika dahulu pernah ada penjajah Belanda dan Portugis, yang perundang-undangannya bahkan diadopsi oleh negeri ini. namun, kini penjajah itu tambah kuat, yakni asing dan aseng yang secara brutal merampok sumber daya alam milik rakyat. Lahirnya undang-undang berbau kapitalis liberal adalah bukti kuat hadirnya penjajah di negeri ini.

Para penjajah dan antek penjajah akan kehabisan argumen ketika menyaksikan film Jejak Khilafah di Nusantara ini. Sebab semua tuduhan bahwa Islam adalah agama radikal dan terorisme sama sekali tidak terbukti. Sebaliknya, justru para penjajahlah yang terbukti sebagai kaum teroris yang merampok dan membunuh rakyat, baik langsung maupun tidak langsung.

Berdirinya institusi politik Islam di Nusantara membuktikan adanya pengaruh khilafah di Nusantara, diantaranya adalah : Kesultanan Islam Peureulak, Sumatera, berdiri 1 Muharam 225 H/12 November 839 M. Kerajaan Islam Ternate Maluku, berdiri tahun 1440 M dengan Raja Muslim Bayang Ullah, menerapkan Islam setelah menjadi Kesultanan Ternate dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin 1486 M.  Kerajaan Islam Tidore dan Bacan Maluku, banyak kepala suku Papua yang masuk Islam. Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjung Pura, Menpawah, Sintang dan Kutai. Samudra Pasai, Aceh Darussalam, Palembang.

Institusi politik Islam lainnya yang berdiri di Nusantara adalah sebagai berikut :  Kesultanan Demak dan dilanjutkan kesultanan Jipang, kesultanan Pajang, kesultanan Mataram di Jawa. Kesultanan Banten dan Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Di Nusa tenggara, penerapan Islam dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. 

Kelak ketika penjajah seperti Jepang, Inggris, Portugis, Belanda dan lainnya dengan membawa misi glory, gospel dan gold, maka umat Islamlah yang kemudian berdiri tegak terdepan melawan dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Resolusi jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy’ari adalah jejak perjuangan Islam yang tak mungkin bisa dihapus.

Pada akhirnya kaum yang menolak khilafah dan perjuangan Islam akan kehabisan argumentasi disaat menyaksikan film ini. Namun, sayang seribu sayang, kehabisan argumen bukannya mengakui, tapi malah menyebar sentimen. Mestinya mereka membangun narasi, tapi faktanya malah mempersekusi. Kekalahan intekektual mestinya tidak dibalas dengan pentungan kayu.

Ketika beberapa pihak menginginkan khilafah digeser menjadi kajian sejarah dan tidak lagi sebagai bahasan fikih, mestinya mereka bersyukur dengan hadirnya film sejarah khilafah ini, bukankah itu yang mereka harapkan ?. Minta sejarah ya dikasih sejarah, ya jangan malah marah….

Landasan normatif, historis dan empiris dalam film Jejak Khilafah di Nusantara ini semoga makin menyamakan perasaan dan pemikiran kaum muslimin di Indonesia. Lebih dari itu, semoga bangsa ini mampu terpicu spiritnya untuk kembali mewujudkan tegaknya khilafah di negeri ini dan di seluruh belahan dunia. Sebab dalam sejarah, terdapat pelajaran dan petunjuk untuk manusia berakal.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf : 111).

Posting Komentar untuk "Film Jejak Khilafah di Nusantara : Antara Argumen dan Sentimen"