Karhutla Penting, Corona Genting
Oleh: Raevita, S.Pd.
Ibarat penyakit, kebakaran hutan dan lahan kambuh lagi. Musibah karhutla secara liar di bumi tercinta tak henti-hentinya terjadi di berbagai wilayah seperti Riau, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Tahun ini karhutla terjadi lagi bersamaan dengan kondisi pandemi Covid 19. Dapat dibayangkan Covid-19 akan mudah menyerang seseorang dengan kondisi pernafasan yang terganggu. Apa jadinya jika masyarakat hidup dalam kondisi lingkungan yang dipenuhi oleh asap pekat akibat karhutla. Bagaimana pemerintah menangani masalah ini? apalagi keduanya merupakan masalah yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Dilansir dari Liputan6.com, "Menghadapi karhutla tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena kita menghadapi pandemi Covid-19 juga," kata Kepala BNPB Doni Monardo dalam Katadata Forum Virtual Series 'Ancaman Karhutla dan Covid-19 di Masa Pandemi', Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Pemerintah sudah menyadari potensi bencana tersebut. Secara khusus Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melihat ancaman ganda tersebut berpotensi menyerang orang-orang yang sangat rentan, seperti para lansia dan penderita komorbid (hipertensi, diabetes, jantung, dan penyakit paru seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Oleh karena itu menurutnya, perlu ada upaya lebih serius dan lebih optimal untuk menyampaikan ke seluruh lapisan masyarakat. "Jangan ada yang membiarkan terjadinya kebakaran," ujarnya. Lebih lanjut Doni menjelaskan, fokus BNPB tahun ini akan lebih banyak turun langsung ke unsur-unsur masyarakat untuk mencegah terjadinya karhutla. "Pencegahan merupakan langkah terbaik," katanya.
Merujuk Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, Doni menjabarkan ada tiga langkah preventif yang akan didorong.
"Pertama, mengembalikan kodrat gambut yang basah, berair, dan berawa. Kedua, mengubah perilaku agar masyarakat mengintervensi pihak yang berupaya membakar lahan untuk membuka lahan. Ketiga, membentuk satgas di setiap daerah untuk memantik kepedulian dalam penanganan bencana," ungkapnya.
Seperti yang dikutib dari CNN Indonesia -- Asap kebakaran hutan dapat meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19. Karena itu para ahli menyarankan untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap terjadi di Indonesia guna menghalau krisis ganda karena asap dan pandemi virus corona.
Asap kebakaran hutan dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun sehingga rentan terhadap berbagai infeksi dan penyakit.
"Pengaruh asap kebakaran terhadap imunitas tubuh bisa terjadi penurunan sistem pertahanan saluran napas karena lapisan pelindung di saluran napas akan rusak terkena asap sehingga memudahkan terjadinya infeksi," kata dokter spesialis paru Erlang Samoedro kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/7).
Selain itu, Erlang menjelaskan sejumlah penyakit bisa muncul karena paparan dan menghirup asap, seperti penyakit pneumonia, jantung, diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hingga kanker. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan paparan asap tersebut juga bisa menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang memberatkan Covid-19. Selain itu risiko terinfeksi Covid-19 juga semakin meningkat, karena faktor imun berperan penting pada Covid-19.
Dan seperti yang disampaikan - Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate menegaskan diseminasi informasi akan menjadi upaya penting dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla)di dalam negeri. Tujuan diseminasi atau penyebaran informasi untuk mengajak masyarakat di wilayah rawan menyadari pentingnya menjaga hutan dan lahannya dari kebakaran.
"Diseminasi informasi mengajak masyarakat aware, jangan membiarkan sampai terjadi kebakaran hutan dan lahan," ujar Johnny Gerard Plate dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk Antisipasi Karhutla di Pusaran Pandemik yang diselenggarakan di Ruang Serbaguna kantor Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Langkah tersebut, sambung Johnny, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla. Ada empat peran penting Kementerian Kominfo dalam hal di atas, antara lain pencegahan kebakaran, penanganan kebakaran, setelah terjadi kebakaran, dan penegakan hukum.
Karhutla di tengah Pandemi
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi bencana yang terus berulang setiap tahun. Bukan hanya terjadi dalam periode singkat, tapi sudah berlangsung lebih dari tiga dekade. Pada 2020 bahaya karhutla kembali mengancam, kali ini datang bersamaan dengan pandemi Covid-19 (virus Corona).
Diketahui, karhutla sejak tahun 2016 luas kebakaran hutan mampu di tekan hingga hanya 438.363,19 ha dari 2.611.411,44 ha pada tahun sebelumnya. Tahun 2017, turun menjadi 165.483,92 ha. Tahun 2019, Karhutla meningkat tajam hingga menghanguskan 1.649.258,00 ha.
Sampai bulan Juli 2020 ini, terpantau 798 titik panas dengan luas mencapai 38.772.00 ha di beberapa wilayah tanah air. Sebanyak 10 Provinsi dengan hotspot terbanyak terlihat di Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Maluku Utara, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Aceh, dan Papua Barat.
Pembakaran hutan dan lahan (karhutla) secara liar sangat membahayakan jiwa.
Kasus di Riau dan Kalimantan yang pernah terjadi harusnya menjadi pelajaran besar agar di kemudian hari tidak terjadi lagi. Mengingat akibat yang ditimbulkan oleh karhutla ini sangatlah beresiko besar terhadap kelangsungan hidup masyarakat maupun mahluk hidup di sekitarnya. Oleh sebab itu, masalah pengelolaan lahan gambut harus ditangani secara serius oleh pihak pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Bagi masyarakat yang bermaksud membuka lahan baru dalam rangka untuk mencari nafkah (bercocok tanam) tanpa harus membakar lahan secara liar, maka sangat perlu mendapat perhatian penuh oleh pemerintah setempat. Karena untuk menghindari terjadinya kebakaran yang sangat berbahaya bagi nyawa manusia dan juga ekosistem lain. Akibat pekatnya asap yang mengakibatkan lumpuhnya banyak sektor diberbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, transportasi dan lain sebagainya.
Hanya saja di lapangan kita akan berhadapan dengan korporasi besar dan para elit politik yang bisa melakukan apa saja demi meloloskan tujuan mereka. Dan kebijakan pemerintah saat ini cenderung menjadi pelindung dan pemulus jalan para kapitalis. Para kapitalis ini sangatlah rakus dalam mencapai tujuan mereka untuk mengeruk keuntungan sebesar mungkin tanpa memperdulikan efek buruk bagi kemanusiaan dan lingkungan sekitar dari pembakaran hutan dan lahan.
Terutama ditengah kondisi pandemi ini, bahaya paparan asap akan mudah memicu munculnya efek buruk jika terjangkit covid-19. Maka diperlukan peran vital negara dalam mengatasi masalah karhutla. Selain bahaya karhutla dapat menghambat setiap aspek kehidupan juga berpengaruh besar dalam meningkatkan angka kasus terpapar covid-19. Belum lagi masyarakat masih harus menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan virus mematikan ini.
Telah jelas sebagai peringatan bagi kita sebagaimana firman Allah SWT: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum ayat 41).
Sebagai umat muslim hendaknya kita bisa menjaga bumi yang telah Allah karuniakan untuk kehidupan kita di dunia, dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu hindari hal-hal atau perbuatan yang akan merusak bumi, seperti karhutla, dsb.
Bagaimana Sistem Islam Mengatasi Karhutla?
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam hadits riwayat Abu Daud dan Ahmad tersebut di atas maksudnya bahwa padang rumput (hutan, sumber daya alam yang ada di dalam bumi), air (misalnya air sungai, laut, danau, dan api ( listrik) merupakan perkara yang menjadi kebutuhan umat/publik maka tidak boleh dimiliki secara pribadi/individu (privatisasi). Dan ketiga perkara dalam hadits di atas merupakan milik umat yang benar-benar harus dikelola oleh negara untuk kepentingan umat.
Hutan yang sifatnya sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh masyarakat, artinya hutan merupakan milik umum di mana manusia berserikat dalam memilikinya. Hutan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, beberapa individu, ataupun negara sekalipun. Individu, sekelompok individu atau negara tidak boleh menghalangi individu atau masyarakat umum memanfaatkannya, sebab hutan adalah milik mereka secara berserikat. Namun, agar semua bisa mengakses dan mendapatkan manfaat dari hutan, negara mewakili masyarakat mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengelola dan memperoleh manfaat secara adil dari hutan tersebut.
Dengan demikian karhutla akan dapat diminimalisir sehingga dalam kondisi pandemi saat ini dapat mengurangi resiko percepatan laju pertumbuhan covid pada seseorang yang terdampak virus tersebut. Sehingga masyarakatpun menjadi lebih memiliki kesadaran pentingnya menjaga kesehatan dengan tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Artinya mereka bisa membuka lahan untuk berbagai kepentingan dengan cara lain tanpa harus membakar, seperti menebang dahulu semua pohon/tanaman yang ada, kemudian menyemprotnya dengan cairan pembasmi tanaman, baru kemudian penggarapan tanah oleh alat-alat/teknologi modern, dan sebagainya. Sehingga tidak ada asap yg ditimbulkan oleh karhutla dan pemicu corona yang disebabkan oleh asap dapat diredam.
Berdasarkan hadits Abu Daud dan Ahmad tersebut di atas, masyarakat akan semakin menyadari pentingnya menjaga hutan, karena masyarakat juga menyadari bahwa hutan adalah milik umum yang harus kita jaga kelestariannya demi kelangsungan hidup manusia.
Selain langkah diatas, dalam Islam juga mempunyai sitem peradilan yang tegas dalam menyelesaikan persoalan yang menyangkut kelangsungan hidup orang banyak, seperti halnya bahaya karhutla. Sehingga para pelaku kejahatan karhutla pun tidak akan berani mengulangi kesalahan yang diperbuatnya. Berbeda dengan sistem hari ini yang berpihak kepada para pemilik modal (kapitalis), dalam hal ini pelaku karhutla, yang bebas dari jerat hukum.
Meskipun mereka terbukti bersalah namun dengan kekuatan uang yang mereka miliki akan dengan mudah membeli hukum di negara ini. Walhasil mereka pun akan dengan mudah mengulangi kejahatan yang sudah pernah mereka lakukan. Untuk tindakan kejahatan karhutla tersebut, di dalam peradilan Islam akan ditangani oleh Qadhi Hisbah, yaitu hakim yang bertugas menyelesaikan masalah penyimpangan (mukhalafat) yang dapat membahayakan hak-hak rakyat seperti gangguan terhadap lingkungan hidup, baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap ekosistem lainnya (contoh: karhutla).
Vonis dapat dijatuhkan kepada pelaku karhutla di tempat kejadian perkara. Jika hukuman tersebut dilaksanakan dalam bentuk dan cara seperti yang diajarkan Islam, maka setiap orang yang melakukan pelanggaran akan menyesal dan akhirnya tidak akan mengulangi kemaksiatan yang pernah dilakukannya. Sehingga tidak ada lagi pelaku karhutla yang berani mengulangi kejahatannya secara berulang.
Wallahu a’lam bishshawab.
Posting Komentar untuk "Karhutla Penting, Corona Genting"