Trend Baru, Poliandri Di Kalangan ASN
Oleh : Tyas Ummu Amira
Sepekan ini publik dihebohkan dengan trend baru di kalangan ASN yakni poliandri, dimana satu istri memiliki dua suami. Jelas ini suatu pelanggaran norma sosial dan juga norma agama, fenoma baru ini merebah lantaran banyak faktor yang melatarbelakanginya.
Jika dilihat pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia menganut asas monogami. Hal ini tampak dari ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), bahwa seorangpria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Hal ini ditegaskan dalam salah satu syarat perkawinan yakni Pasal 9 UUP, bahwa seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UUP. Terhadap perkawinan oleh salah satu pihak yang masih terikat perkawinan dapat dilakukan pencegahan perkawinan (lihat Pasal 13 - Pasal 21 UUP).
Dilansir dari Republika.co id Solo- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.
Fenomena tersebut diungkapkan Tjahjo saat memberikan sambutan di acara Peresmian Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/8). Awalnya, Tjahjo menceritakan mengenai pengalaman dirinya selama satu tahun menjabat sebagai Menteri PANRB yang bertugas memutuskan memberi sanksi ASN yang melanggar disiplin.
"Jelas kalau masalah radikalisme terorisme sanksinya nonjob. Kalau tidak mau kami pecat. Yang kedua, ASN harus memahami area rawan korupsi, dana hibah, dana bansos, retribusi dan pajak. Yang ketiga, masalah narkoba, pemakai atau pengedar sanksinya pecat," terangnya.Jumat (28/8/2020).
Dengan melihat fakta diatas bahwa trend baru ini memiliki motif tersendiri bagi pelaku, dimana mayoritas karena beberapa faktor yang memicunya dari jurnal.ar.rainry.ac.id, adapun hasil dari penelitian ini adalah pertama faktor-faktor terjadi poliandri yaitu aspek ekonomi, kebanyakan ini menjadi penyebab utama yang memicu lantaran pendapatan suami lebih rendah akhirnya mencari pandangan PIL untuk mencukupi kebutuhanya. Ditambah lagi jika seorang istri yang bermental matrealistik, serta menuntut lebih kepada suami agar memenuhui gaya hidup modren sekarang ini.
Kemudian jarak dengan suami yang terlampau jauh usianya. Sehingga sang suami tak bisa memenuhui kebutuhan istri secara lahir dan batin sebab sudah menua usianya serta tak bisa diandalakan lagi untuk menompang hajat keluarga. Dimana zaman digital ini menuntut untuk kerja secara cepat agar menghasilkan pundi - pundi rupiah, didukung dengan sistem kapitalis sekular membuat nuasansa semua orang beroreantasi terhadap materi semata. Standart kebahagian diukur berdasarkan fisik sempurna serta mapan, melimpahnya pendapatan setiap bulan.
Sehingga aspek tidak harmonis di rumah tangga juga menjadi momok jika tidak dibangun berlandaskan iman yang kokoh. Sebab kurangnya iman dan lemahnya pemahaman agama menjadi kontrol
ketahanan keluarga.Ditambah lagi negara tidak menerapkan hukum syariah secara menyeluruh sebagai pedoman bebangsa dan bernegara. Jadi komplit permaslahan yang mendera umat semakin carut marut tak kunjung dapat solusi hakiki.
Dengan berbagai masalah yang tingkat kompleksitas penyelesaiannya makin berat. Salah satunya kasus poliandri ASN ini terjadi banyak kekacauan dalam kehidupan khususnya keluarga inti, mulai dari rancunya hubungan nasab, serta psikologis pasangan keluarga ditambah lagi penyakit kelamin yang menakutakan mengahampiri setiap orang dengan aktivitas berganti - ganti pasangan.
Faktor sulitnya mewujudkan ketahanan keluarga dan minimnya pemahaman Syariah adalah sebagian pemicunya. Pemicu sistemisnya adalah kebijakan rumit negara(khususnya utk ASN) untuk mengatasi problem ketahanan keluarga.
Maka dengan melihat fakta serta dampak yang ditimbulnya seyogjanya pemerintah sadar bahwa ada yang keliru dalam menerpakan sistem di negeri ini. Alangkah bijaknya jika kembali kepada sistem buatan Sang pencipta, didalamnya terkandung berbagai kemshalatan bagi umat manusia. Dimana mengerti belul seluk beluk apa saja yang terbaik untuk manusia dalam menjalani kehidupanya.
Dalam Islam poliandri memang sudah terang di jelaskan bahwa keharamanya.Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :
“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (QS An-Nisaa` [4] : 24)
Ayat di atas yang berbunyi “wal muhshanaat min al-nisaa` illa maa malakat aymaanukum” menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 : “Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah.”
Adapun dalil As-Sunnah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya.” (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa) (HR Ahmad, dan dinilai hasan oleh Tirmidzi) (Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2185; Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).
Hadits di atas secara manthuq(tersurat) menunjukkan bahwa jika dua orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan oleh wali yang pertama (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).
Berdasarkan dalalatul iqtidha`1), hadits tersebut juga menunjukkan bahwa tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami saja.
Makna (dalalah) ini –yakni tidak sahnya pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu suami saja – merupakan makna yang dituntut (iqtidha`) dari manthuq hadits, agar makna manthuq itu benar secara syara’. Maka kami katakan bahwa dalalatul iqtidha` hadits di atas menunjukkan haramnya poliandri.
Islam telah mengatur agar tidak terjadi penyimpangan hubungan pasutri ini dengan memberikan alternatif yakni poligami jelas dibolehkan dalam agama Islam. Sebagaimana dijelaskan
Terjemah Arti: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Kebolehan poligami bukan serta merta untuk mendeskriditkan wanita tetapi menjaga kehormatannya.nSebab jika melihat kenyataan yang ada jumlah kelahiran wanita lebih banyak dibanding pria. Sehingga acapkali terjadi tidak keseimbangan antara populasi laki - laki dan kaum wanita. Dilain sisi ada beberpa wanita yang mandul atau sakit keras sehingga tidak bisa melayani kebutuhan suami dan anak - anaknya. Sehingga dengan diaturnya poligami ini islam memberikan solusi agar terpecahkan promblematika umat. Selain itu agar terwujud aturan - aturan tersebut butuh intitusi negara untuk menerapkan hukum - hukum Allah secara kaffah. Agar tercipta hubungan keluarga nan harmonis sehingga tercipta peradaban yang gemilang.
Waalllahu' alam Bishowab.
Posting Komentar untuk "Trend Baru, Poliandri Di Kalangan ASN"