Tumbal Pesta Demokrasi, antara Kursi Kekuasaan dan Nyawa Rakyat
Angka kasus positif Covid 19 di Indonesia masih terus meningkat, bahkan berturut-turut menjadi rekor baru. Berdasarkan data terakhir yang diliris pemerintah melalui Kementrian Kesehatan dan BNPB, sebanyak 307.120 pasien terkonfirmasi positif covid 19. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 3.622 kasus dari hari sebelumnya.
Naas, ditengah lonjakan kasus yang kian meningkat dan minimnya tanda akan penurunaan kasus covid 19, hiruk pikuk pandemi bertambah dengan adanya keputusan oleh Komis II DPR RI bersama Mentri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggraan Pemilu (DKPP)bahwasanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan tetap dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 dan menetapkan 26 September hingga 5 Desember 2020 sebagai masa kampanye (CNNIndonesia.com 21/9/2020).
Gelombang suara ketidak-setujuan akan hal ini terus menggeliat di tengah masyarakat. Berdasarkan survei yang diadakan New Indonesia Research dan Consulting 80,5% responden menyuarakan penundaan pilkada, 12,6% menyetujui pilkada dilakukan sesuai jadwal dan 6,9% lainnya memilih golput. Majelis Ulama Indonesia (MUI)hingga organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut memberikan penolakan dengan keputusan dilanjutkannya penyelenggaraan Pilkada ditengah pandemi. Mantan Wakil Presiden sekaligus ketua umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kala dan anggota DPD RI, Eni Sumarni menyatakan penolakan senada demi keselamatan jiwa manusia (kompas.com).
Ironis, segala penolakan dari rakyat tak menyurutkan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada. Hal ini membuktikan rakyat bukanlah prioritas pemerintah sekaligus mengkonfirmasi kegagalan komitmen pemerintah menjadikan keselamatan jiwa rakyat hal terpenting sebagaimana yang disampaikan Presiden dalam beberapa rapat dan kesempatan.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi sorotan rakyat. Pertama, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi masa yang dapat menjadi klaster baru penyebaran covid 19. Dilihat dari masa pendaftaran paslon pelangaran protokol kesehatan terjadi di 243 daerah dari total 270 daerah,maka hal ini menunjukkan memperketat protokol kesehatan tak menjaminancaman penyebaran virus akan berkurang bahkan keselamatan jiwa rakyat akan makin terancam (tempo.com 20/9/2020).Kedua,fantastisnya alokasi anggaran Pilkada serentak yang bahkan ada penambahn anggaran, Rp. 4.768.653. 968 tambahan anggaran untuk KPU, Rp. 478.923.000 untuk Bawaslu, dan Rp. 39.052.469.000 untuk DKPP (kumparan.com). Padahal menjadi hal yang logis jika dana pilkada dialihkan untuk kepentingan penanggulangan covid 19 yang merupakan keperluan mendesak.
Inilah potret perpolitikan dalam alam kapitalisme-sekuler. Kepentingan kursi kekuasaan adalah hal yang paling utama walau nyata dapatmendatangkan mudhorot bagi rakyat. Sangat berbeda dengan Islam. Dalam Islam, kepala daerah beserta perangkat kepengurusan rakyat di tunjuk langsung oleh Khalifah/ kepala negara yang sudah dibai’at umat karna kapabilitas kepemimpinan dan ketaqwaannya. Sebagaimana Rasulullah menunjuk Mu’adz bin Jabal sebagai wali/ gubernur di Yaman, hal demikian juga dilakukan oleh para pengganti Beliau saw. Mekanisme seperti ini jelas akan memakan biaya yang sangat murah sehingga terhindar dari pemborosan uang negara.Dapat pula dikatakan bahwa sistem pemilihan dalam Islam jauh lebih efisien dan efektif. Terlebih ditengah wabah penyakit negara akan berfokus pada pemanfaatan anggaran untuk menghadapi pandemi. Karna dalam Islam penjagaan nyawa manusia merupakan salah satu tujuan dari syariat dan negara memiliki peran besar atas hal ini.
Tentu kita ingin memiliki para pemimpin yang berkualitas lagi serius dalam mengurusi urusan rakyatnya. Pemimpin yang terpilih bukan dari kekuatan modal ataupun dinasti politik semata. Bukan pula pemimpin yang terpilih dengan cara-cara kotor yang rawan konflik, korupsi dan manipulasi seperti yang ada saat ini. Maka mengambil referensi Islam sebagai acuan menghadirkan pemimpin yang membawa kemaslahatan dunia dan akhirat adalah langkah terbaik. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme-sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam.
Wallahu’alam bissawab
Agustin Pratiwi S.Pd, Owner Mustanir Courses
Posting Komentar untuk " Tumbal Pesta Demokrasi, antara Kursi Kekuasaan dan Nyawa Rakyat"