Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

VAKSINASI DAN KAPITALISASI GLOBAL


Oleh: Raevita, S.Pd.

 “Vaksin tiba, hatiku gembira”. 

Demikian poster yang banyak beredar pada unggahan @lawancovid19_id. Seperti yang kita ketahui pandemi belum usai. Sudah satu tahun lebih wabah Covid-19 melanda dunia bahkan Indonesia. Pada kondisi pandemi saat ini, vaksin merupakan salah satu solusi yang menjadi impian banyak orang dalam rangka membangun kekebalan tubuh bagi individu dan menjadi perlindungan bagi banyak orang. Namun tampaknya ungkapan “Vaksin tiba, hatiku gembira” pada poster tersebut hanya bisa dijadikan angan semata, karena faktanya vaksin yang beredar ternyata jauh dari harapan tersebut. Bukan saja dari sisi bahan vaksin atau kehalalan yang masih diragukan, tetapi dari harga sisi distribusi vaksin yang menjadi kontroversi di tengah terpuruknya ekonomi masyarakat pada umumnya. Jadi ungkapan yang lebih tepat adalah “Vaksin tiba, hatiku gundah gulana.” ^_^

Polemik Vaksin

Dikutib dari babelpos-Berita Utama, Nasional - Update: ANGKA kematian harian akibat Covid-19 di tanah air memecahkan rekor tertinggi pada Rabu (27/1). Sebanyak 387 jiwa meninggal dunia dalam sehari. Kini total orang yang meninggal akibat Covid-19 sebanyak 28.855 jiwa. Angka kematian harian paling banyak terjadi di Jawa Tengah 108 jiwa dan Jawa Barat 106 jiwa. Indonesia pernah memecahkan rekor kematian harian akibat Covid-19 di tanah air memecahkan rekor tertinggi pada Kamis (21/1), sebanyak 346 jiwa meninggal dunia dalam sehari.

Dilansir melalui KONTAN.CO.ID – JAKARTA - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin Covid-19 sangat penting diberikan terutama pada tenaga kesehatan. Menurut Nadia, pemberian vaksin bisa mengurangi risiko terpapar dan juga kematian akibat Covid-19. "Vaksinasi ini sangat penting diberikan kepada tenaga kesehatan, supaya kita bisa mengurangi tingkat keparahan, bahkan kematian akibat Covid-19," kata Nadia dalam konferensi persnya, Sabtu(23/1/2021). Kompas.com

babelpos-Berita Utama, Nasional - Menkes Targetkan Vaksin Sinovac Terdistribusi ke 34 Provinsi pada Januari 2021. “Insyaallah dengan doa seluruh rakyat Indonesia, kami harapkan sebelum rakyat Indonesia kembali masuk bekerja di bulan Januari, Insyaallah vaksin sudah bisa kita distribusikan ke 34 provinsi Indonesia untuk kita bisa mulai program vaksinasi bagi para tenaga kesehatan,” ujar Budi, Kamis (31/12). 

Hal itu disampaikan Budi setelah pemerintah Indonesia secara resmi telah menerima 1,8 juta dosis vaksin Sinovac. Jumlah itu merupakan pengiriman batch kedua setelah sebelumnya pemerintah sudah lebih dulu mengamankan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac. Budi menegaskan, program vaksinasi merupakan salah satu strategi utama dalam menyelesaikan masalah pandemi Covid-19. Untuk itu, ia meminta seluruh masyarakat Indonesia mendukung program vaksinasi nasional.

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menyebut waktu kritis akan berlangsung sampai Desember 2020. Oleh karena itu, jangan sampai ada lonjakan kasus secara ekstrem sebelum proses vaksinasi.

“Critical time-nya adalah tiga bulan (sampai Desember 2020). Kita harus menjaga, jangan sampai ada lonjakan ekstrim dan kondisi tidak normal, sebelum vaksinasi mulai dilakukan,” ungkap Ketua KPC-PEN Airlangga Hartarto, Jumat (18/9/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah menyiapkan regulasi untuk pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Peraturan itu akan mengatur berbagai proses mulai dari pengadaan, pembelian, distribusi, dan pelaksanaan. "Perpres vaksinasi disiapkan, dana akan dilakukan koordinasi selanjutnya," ujarnya setelah Rapat Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), Jumat (18/9/2020).

Airlangga juga bertindak sebagai Ketua Komite PC-PEN. Sebelumnya, dia menyampaikan akses vaksin yang sudah diperoleh mencapai 250 juta hingga 300 juta dosis. Pemerintah menargetkan 30 juta dosis vaksin akan tersedia pada kuartal IV/2020. Pemerintah juga telah bekerja sama dengan G42 Uni Emirat Arab (UAE) untuk mendapatkan akses vaksin, dengan target 60 hingga 110 juta dosis. Saat ini sedang dilakukan uji coba klinis. "Sehingga nanti di kuartal pertama [2020] kita sudah bisa melakukan vaksinasi subject kepada keberhasilan pengetesan dalam clinical trial," katanya dalam video conference, Selasa (15/9/2020).

Selain itu, Airlangga mengatakan, pemerintah juga bekerja sama dengan AstraZeneca, Gavi, CEPI, dan Sinovac Biotech. Gavi dan CEPI merupakan kegiatan multilateral berbagai lembaga dan beberapa negara untuk mendapat vaksin sebagai bentuk pelayanan publik. Airlangga pun memperkirakan harga vaksin Gavi dan CEPI akan lebih murah dibandingkan dengan vaksin Sinovac.

tirto.id - Epideimolog Griffith University, Dicky Budiman menyebut situasi pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini akan memasuki masa kritis. Langkah pemerintah dalam beberapa waktu ke depan dinilai sangat menentukan nasib rakyat. "Kondisi Indonesia saat ini dan dalam 3 sampai 6 bulan ke depan memasuki masa kritis mengingat semua indikator termasuk angka kematian semakin meningkat," kata Dicky, Sabtu (2/1/2020).

Dalam tiga bulan pertama ini situasi kritis menurutnya akan sangat dipengaruhi oleh respons pemerintah dalam melakukan tes, lacak, dan isolasi. Selain itu, peran masyarakat dalam melakukan 5 M yaitu, menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, menjaga jarak di atas satu meter ketika berkomunikasi, menjauhi kerumunan, menjaga imun tubuh. Dicky mengatakan ada pemahaman yang keliru jika masyarakat mengira dengan adanya vaksin semua akan selesai. Sebab vaksin bukan solusi ajaib, tapi hanyalah salah satu cara untuk membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat.

 https://tirto.id/f9F5, Vaksin Moderna Diklaim Dapat Melawan Virus Corona Varian Baru. Harga vaksin Moderna sekitar Rp300-500 ribu. Moderna menjadi vaksin kedua di Amerika Serikat yang melaporkan hasil yang di luar ekspektasi.

tirto.id - Satu dosis calon vaksin COVID-19 yang diproduksi Moderna bakal dibanderol dengan harga 25-37 dolar AS atau sekitar sekitar Rp354 ribu-Rp524 ribu. 

Dikutip dari Antara, Senin (23/11/2020), harga vaksin COVID-19 Moderna ini tergantung pada jumlah pemesanan, kata CEO Stephane Bancel. "Karenanya, harga vaksin kami hampir sama dengan vaksin flu, yang dijual seharga 10-50 dolar AS (sekitar Rp141 ribu-708 ribu)," katanya. 

Pada Senin (16/11/2020), salah satu pejabat Uni Eropa yang ikut dalam pembicaraan tersebut mengatakan bahwa Komisi Eropa ingin menjalin kontrak pasokan jutaan dosis calon vaksin dengan Moderna yang harganya di bawah 25 dolar AS per dosis.

Vaksin menjadi ladang bisnis para Kapitalis

Publik menganggap vaksinasi adalah obat yang paling manjur untuk menyelesaikan pandemi Covid 19 ini. Maka itu tak heran vaksinasi saat ini menjadi perbincangan publik. Hanya saja menjadi perdebatan tentang keamanan dan kehalalan vaksin itu sendiri. Dan dari beberapa sumber kita ketahui bahwa vaksin yang sudah dijual itu hampir semuanya bukan produk sendiri melainkan vaksin impor, dan belum dijamin kehalalannya.

Sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa anggaran untuk mendapatkan vaksin itu tidaklah membutuhan anggaran yang sedikit. Mengingat dibalik vaksin itu sendiri, produsen vaksin notabene nya adalah para kapitalis, yaitu pihak yang akan meraup keuntungan yang luar biasa dari jumlah vaksin yang akan diproduksi, yang berkisar 4 miliar dosis. Maka tidak heran jika vaksin ini merupakan salah satu bagian dari bisnis besar kapitalis. Apalagi anggaran yang digunakan untuk mendatangkan vaksin itu bukan dari Kementrian Kesehatan, karena Kemenkes bukan importir obat atau vaksin. Nanti para importir itulah yang memakai tangan pemerintah untuk mewajibkan vaksinasasi bagi rakyatnya. Demikian wujud para kapitalis di negeri ini yang mengagungkan sistem kapitalisme-sekulerisme, mereka selalu membuat kebijakan yang bersumber pada asas kepentingan dan manfaat. 

Berdasarkan pernyataan Direktur PT. Bio Farma Honesti Baasyir, yang menyebutkan bahwa pemilihan vaksin covid-19 harus berdasarkan 3 faktor, diantaranya keamanan, khasiat, dan kualitasnya.

Dan untuk Sinovac, seperti yang kita ketahui pemerintah memilih vaksin produksi Sinovac – sebuah perusahaan vaksin dari Cina. Pembelian dan pemesanan dilakukan dalam jumlah besar, sementara vaksin itu sendiri belum selesai diuji. Di Indonesia sendiri uji klinis baru selesai awal Januari 2021. Tapi, vaksin dalam jumlah jutaan dosis sudah masuk ke Indonesia pada Ahad 6 Desember 2020, yaitu 1,2 juta dosis dan kemudian menyusul 1,8 juta dosis, setelah itu pemerintah mengumumkan telah memesan 122,5 juta vaksin dari perusahaan asal negeri Cina tersebut. Hal ini lah yang membuat publik berspekulasi bahwa unsur bisnis lebih kentara. Sementara itu, masyarakat meragukan keefektifan dan keamanan vaksin tersebut, mengingat Cina sendiri mengimpor vaksin dari negara lain. Pembelian ini juga yang menimbulkan kontroversi ketika uji klinis tahap 3 belum selesai di Indonesia dan BPOM sendiri belum mengeluarkan izin penggunaan darurat. Lalu kemudian dipertanyakan oleh DPR pada pertengahan Desember lalu. Karena memang masuk akal, jika pihak Sinovac sendiri belum mengeluarkan data efikasinya (tingkat kemampuan vaksin dalam proses penelitiannya). Bagaimana nasib vaksin yang sudah tiba di Indonesia tersebut, jika ternyata hasil uji klinisnya tidak memadai? 

Ada beberapa perbedaan efikasi vaksin virus corona dari masing-masing produsen yang kini sudah dipublikasikan, yaitu: Moderna = 90%, Pfizer BioNTech = 95%, AstraZeneca Oxfor University = 62% & 90%, Gamaleya = 92%, dan Sinopharm = 86%. Dan untuk Sinovac, saat ini belum ada laporan mengenai efikasinya namun sudah beredar di masyarakat. (Klikdokter.com, Jakarta)

Belakangan baru terdata efikasi sinovac, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM), Dr Ir Penny K Lukito mengumumkan bahwa mulai Senin (11/1/2021), vaksin Sinovac resmi kantongi izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Dia menyatakan efikasi vaksin Sinovac 65,3 persen. Kompas.com 

Maka tak heran jika banyak masyarakat yang takut ketika vaksinisasi, tak terkecuali tenaga kesehatan. Karenanya wajar jika publik melihat proses masuknya vaksin tersebut muncul banyak spekulasi, ditambah lagi dengan berita bahwa Cina sendiri justru mengimpor vaksin dari negara lain, dan menjual vaksin buatannya.

Vaksinasi dalam pandangan Islam

Obat jika di dalamnya ada dharar (melakukan sesuatu yang membahayakan) maka haram sesuai hadits

«لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ»...

Tidak boleh membahayakan (memudharatkan) diri sendiri dan orang lain” ...

Adapun jika obat itu di dalamnya tidak ada dharar tetapi mengandung bahan yang haram atau najis, maka hukumnya makruh, yakni bukan haram, tetapi boleh digunakan disertai dengan ketidaksukaan (al-karâhah) jika pasien tidak menemukan obat yang mubah.

Adapun jika obat itu di dalamnya tidak ada dharar dan tidak mengandung bahan yang haram atau najis maka hukumnya mandub.

Mengenai berobat dengan sesuatu yang haram adalah tidak haram maka itu berdasarkan hadits dari Anas:

«رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ رُخِّصَ لِلزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فِي لُبْسِ الْحَرِيرِ لِحِكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا»

“Rasulullah saw memberi keringanan kepada atau diberikan keringanan (diberi rukhshah) kepada Zubair bin al-‘Awam dan Abdurrahman bin ‘Awf untuk memakai sutera karena penyakit kulit keduanya”.

Memakai sutera bagi laki-laki adalah haram.  Akan tetapi hal itu diperbolehkan dalam hal berobat. 

Sedangkan berobat dengan najis adalah bukan haram maka itu berdasarkan hadits riwayat imam al-Bukhari dari Anas ra : “Ada orang-orang yang ijtawaw di Madinah lalu Nabi saw menyuruh mereka untuk menyusul penggembala Beliau yaitu (penggembala) unta sehingga mereka bisa meminum susunya dan air kencing unta itu, maka mereka menyusul penggembala itu dan mereka meminum susu dan air kencing unta itu…”.

Ijtawaw artinya makanannya tidak cocok dengan mereka sehingga mereka sakit.  Rasul SAW memperbolehkan “air kencing” untuk mereka dalam hal berobat padahal “air kencing” itu adalah najis).

Adapun penggunaan khamr dalam pengobatan, demikian juga obat yang didalamnya ada alcohol, maka hukumnya boleh disertai ketidaksukaan (karâhiyah). Dalil hal itu: Ibn Majah telah mengeluarkan dari jalur Thariq bin Suwaid al-Hadhrami, ia berkata: 

 “Aku katakan, “ya Rasulullah saw sesungguhnya di tanah kami ada anggur yang kami peras dan kami minum”.  Rasul menjawab: “jangan”. Lalu aku kembali kepada beliau dan aku katakan: “kami memberikannya untuk minum orang sakit”.  Rasulullah menjawab; “sesungguhnya itu bukan obat melainkan penyakit”.  

Ini merupakan larangan penggunaan najis atau zat haram “khamr” sebagai obat.  Akan tetapi Rasulullah SAW memperbolehkan berobat menggunakan najis “air kencing onta”.  Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari jalur Anas ra.:

 “Ada orang-orang dari Urainah, makanan Madinah tidak cocok untuk mereka sehingga mereka sakit, maka Rasulullah saw memberi rukhshah mereka untuk mendatangi onta sedekah lalu mereka meminum air susunya dan air kencingnya …”.

Jadi Rasulullah SAW memperbolehkan mereka berobat dengan air kencing onta, dan itu adalah najis.  Demikian juga Rasul SAW memperbolehkan berobat dengan sesuatu yang haram “yakni memakai sutera”.  At-Tirmidzi dan Ahmad telah mengeluarkan dan lafazh at-Tirmidzi dari jalur Anas:

 “Abdurrahman bin ‘Awf dan az-Zubair bin al-‘Awwam mengadukan kutu kepada Nabi saw pada perang keduanya, maka Nabi saw memberi kedunya rukhshah untuk memakai sutera.  Anas berkata: “dan aku melihat keduanya memakainya”.  

Dua hadits ini merupakan indikasi (qarinah) bahwa larangan dalam hadits Ibnu Majah itu bukanlah haram.  Artinya berobat menggunakan najis dan zat haram adalah makruh.

Realita Vaksinasi dan Hukumnya

Vaksinasi adalah pengobatan. Dan berobat adalah mandub atau sunah, bukan wajib.  Dalilnya adalah sebagai berikut:

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, ia menuturkan: Rasulullah saw bersabda:

«مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً»

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Allah turunkan obat untuknya”.

Imam Muslim telah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dari Nabi saw, beliau bersabda:

«لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»

“Untuk setiap peyakit ada obatnya, dan jika obat itu mengenai penyakit, maka penyakit itu sembuh dengan izin Allah azza wa jalla”.

Hadits-hadits ini di dalamnya ada petunjuk bahwa setiap penyakit ada obat yang menyembuhkannya.  Hal itu agar menjadi dorongan untuk berupaya berobat yang mengantarkan kepada sembuhnya penyakit itu dengan izin Allah.  Dan ini adalah arahan dan bukan wajib.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Anas ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ حَيْثُ خَلَقَ الدَّاءَ، خَلَقَ الدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا»

“Sesungguhnya Allah ketika menciptakan penyakit, Allah ciptakan obatnya, maka berobatlah “.

Abu Dawud telah meriwayatkan dari Usamah bin Syarik, ia berkata: aku datang kepada Rasulullah saw dan para sahabat beliau seolah-olah kepala mereka seperti burung. Lalu aku ucapkan salam lalu aku duduk.  Lalu seorang arab baduwi datang dari sini dan situ. Mereka berkata: ya Rasulullah apakah kita berobat? Rasul bersabda:


تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ»

“Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah azza wa jalla tidak menempatkan penyakit kecuali juga Allah tempatkan obat untuknya, kecuali satu penyakit al-harmu”, yakni kematian.

Di dalam hadits pertama, Rasul memerintahkan berobat.  Dan di dalam hadits kedua, Beliau saw menjawab kepada seorang arab baduwi dengan jawaban berobat.  Dan seruan kepada para hamba agar berobat, karena Allah tidaklah menempatkan penyakit kecuali Allah tempatkan obat untuknya.  Seruan di dalam kedua hadits itu disampaikan dalam redaksi perintah.  Perintah memberi pengertian tuntutan dan tidak memberi pengertian wajib kecuali jika perintah yang tegas.  Dan ketegasan itu memerlukan indikasi yang menunjukkannya, sementara tidak ada indikasi itu di dalam kedua hadits tersebut yang menunjukkan wajib.  Ditambah bahwa dinyatakan hadits-hadits yang menyatakan bolehnya tidak berobat, yang menafikan pengertian wajib dari kedua hadits tersebut. 

Imam Muslim telah meriwayatkan dari Imran bin Hushain bahwa Nabi saw bersabda: “Ada 70 ribu orang dari umatku masuk surga tanpa hisab.”  Mereka (para sahabat) bertanya: “siapakah mereka ya Rasulullah?”  Rasul menjawab: “mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan kay dan tidak meminta minta diruqyah (dijampi-jampi).”

Kay dan ruqyah termasuk pengobatan. Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ibn Abbas: ia berkata …. (yaitu) perempuan hitam ini, ia datang kepada Nabi saw lalu berkata: 

 “Aku sakit epilepsi dan aku tersingkap (auratku jika kambuh) maka berdoalah kepada Allah untukku.”  Rasul bersabda: “jika engkau mau, engkau bersabar dan untukmu surga, dan jika engkau mau aku berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu.”  Maka perempuan itu menjawab: “aku bersabar saja”.  Lalu ia melanjutkan: “aku tersingkap (auratku ketika aku kambuh) maka berdoalah kepada Allah untukku agar aku tidak tersingkap.”  Maka Rasul berdoa untuknya”.

Kedua hadits ini menunjukkan bolehnya tidak berobat. Atas dasar itu, maka vaksinasi hukumnya mandub.  Sebab vaksinasi adalah obat, dan berobat adalah mandub atau sunah.  Namun jika terbukti bahwa jenis tertentu dari vaksinasi itu membahayakan seperti bahannya rusak atau membahayakan karena suatu sebab tertentu, maka vaksinasi dalam kondisi dengan bahan ini menjadi haram sesuai kaedah dharar yang diambil dari hadits Rasulullah SAW yang telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad-nya dari Ibn Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri”. 

Dan pada kondisi pandemi saat ini perlu diperhatikan, vaksinasi saja tidak cukup, protokol kesehatan tetap harus kita terapkan sebagai bentuk ikhtiar kita, dan selebihnya kita memohon kepada Allah SWT agar melindungi kita dan kaum Muslim seluruhnya dari semua penyakit, serta yakin bahwa Allah SWT Maha mendengar lagi Maha menjawab doa.

Peran Negara sebagai Pengayom dan Pelindung Rakyat

Secara syar’i bahwa pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari kewajiban khalifah termasuk bagian dari ri’ayah asy-syu’un al ummah sebagai pelaksana dan penanggung jawab urusan umat. Sabda Rasul SAW:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Imam adalah laksana penggembala dan dia bertanggungjawab atas gembalaannya (rakyatnya)” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Ini adalah nash yang bersifat umum atas tanggung jawab negara atas kesehatan dan pengobatan karena merupakan bagian dari pemeliharaan yang wajib bagi negara.

Sebagai kepala Negara nabi Muhammad SAW pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Ketika nabi Muhammad SAW mendapat hadiah dari seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat.(HR. Muslim). Dalam riwayat lain juga disebutkan, bahwa segerombolan orang dari kabilah ‘Urainah masuk Islam.  Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rosulullah SAW selaku kepala Negara kemudian meminta mereka untuk tinggal dipenggembalaan unta zakat yang dikelola baitul maal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan meminum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR. al Bukhari dan Muslim).

Saat menjadi khalifah, khalifah Umar bin al Khaththab ra.juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR. al Hakim).

Dalil-dalil tersebut menyatakan bahwa pemeliharaan kesehatan dan pengobatan termasuk bagian dari kebutuhan dasar rakyat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis kepada orang diantara rakyat yang memerlukannya.

Masih banyak lagi nash-nash lainnya yang menunjukkan bahwa negara menyediakan pelayanan kesehatan secara penuh dan cuma-cuma untuk rakyatnya.

Semua itu merupakan dalil bahwa kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat tanpa memperhatikan tingkat ekonominya. Jaminan kesehatan dalam Islam itu memiliki empat sifat diantaranya: universal (dalam arti tidak ada pengklasifikasian dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat), bebas biaya alias gratis, seluruh rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah, dan  pelayanan mengikuti kebutuhan medis bukan tingkat sosial.

Selain itu, jaminan sistem kesehatan dalam Islam juga melibatkan semua komponen masyarakat mulai dari peran individu, keluarga, masyarakat hingga negara. Pertama, individu didorong untuk hidup sehat dan seimbang jasmani-rohani-sosial. Kedua, setiap keluarga memperhatikan seluruh anggota keluarganya, bahkan kerabatnya. Banyak ayat al-Quran atau pun al-Hadis yang menyebut kemuliaan memperhatikan karib kerabat ini. Ketiga, masyarakat memperhatikan bila ada fuqara dan masakin di lingkungannya. Memberi sedekah pada mereka adalah pembebas dari api neraka. Menyelamatkan nyawa satu manusia itu laksana menyelamatkan nyawa seluruh manusia. 

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana yang tidak kecil. Pembiayaan bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.  Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat, secara berkualitas. Termasuk tugas negara pula menyelenggarakan tindakan medis preventif seperti vaksinasi dan tindakan kuratif dengan sains dan teknologi terkini.

Selain ikhtiar yang bersifat fisik, pemimpin umat juga wajib mengajak masyarakat untuk berikhtiar spiritual bahwa pandemi ini diyakini berasal dari Allah. Maka, masyarakat secara keseluruhan harus melakukan muhasabah dan kembali kepada Allah SWT agar Allah berkenan menarik wabah ini.

Walhasil, dukungan penuh Khilafah terhadap sains dan kesehatan akan memacu para peneliti di bidang medis untuk menemukan obat atau vaksin yang didasarkan penelitian yang tervalidasi keakuratan vaksinnya (Evidence Based Medicine). Bukan sekedar vaksin yang berorientasi pada profit semata. Dan semua kondisi tersebut hanya akan terwujud, jika kita menerapkan kembali sistem kehidupan Islam di muka bumi ini, yaitu dengan menegakkan kembali Daulah Khilafah Islamiyah seperti pada zaman Rosulullah. 

Wallahu a’lam bishshowab. 

Posting Komentar untuk "VAKSINASI DAN KAPITALISASI GLOBAL"