Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tatap Muka atau Tidak, Tetap Saja Learning lost

Oleh : Sri Pujiyani

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mencatat tanda-tanda kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa atau Learning lost (Republika.co.id, 21/1). Learning lost diketahui dari hasil asesmen diagnostik selama pandemi yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru disekolah menilai siswanya tidak memenuhi standar kompetensi. Oleh karena itu banyak pihak menyambut positif dimulainya pembelajaran tatap muka. Namun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar melayangkan surat untuk menghentikan sementara pembelajaran tatap muka yang baru seminggu dimulai bagi SMA, SMK dan SLB (2/3) guna menghindari laju penyebaran virus Corona ketika daerah di "Zona Orange".

Sejak dimulainya pembelajaran tatap muka, banyak orang tua dan anak-anak sekolah sumringah, karena dapat mengurangi tekanan saat belajar daring. Seperti terbatasnya alat komunikasi dan signal. PR yang menumpuk seharusnya tidak terjadi karena menteri pendidikan telah menghimbau guru untuk memberikan tugas dua kali seminggu.

Menurut Kabid Ketenagaan Disdikbud Kalbar, Kusnadi, pembelajaran daring membuat anak tidak ke sekolah tapi dilemanya mereka malah kemana-mana," tuturnya dalam halaman YouTube inside Pontianak (24/2). Dalam situs pontianak.kompas.com (16/12) berjudul KPPAD Kalbar Temukan 59 anak sudah siap dipesan untuk malam tahun baru. Mirisnya dengan dalih membeli kuota mereka rela menjadi korban prostitusi online.

Kepala PGRI kalbar, Samion mengingatkan bahwa pendidikan sejatinya dapat menambah ilmu, meningkatkan keterampilan dan memperbaiki sikap. Namun ketiga ranah ini tidak maksimal tercapai dalam pembelajaran daring. Apalagi jika mengingat siswa kelas XII, IX dan VI yang menjelang kelulusan bisa tanpa proses belajar maksimal selama dua tahun pandemi. Pendidikan Daring selama pandemi di Indonesia terpaksa dilakukan. Beda halnya dengan Luar negeri yang telah lama terbiasa.

Tony Kurniadi, wakil ketua komisi V DPRD mengatakan pembelajaran tatap muka seharusnya belum dilakukan. mengingat pandemi belum berakhir dan belum tercipta herd imunity karena vaksin tidak dilakukan pada anak usia sekolah yang belum berumur 18 tahun. Justru tatap muka akan mempertaruhkan keselamatan anak dan guru

Jika pandemi adalah sebab learning lost maka perlu ada kurikulum darurat covid. Namun selama pembelajaran daring Mendikbud hanya menghimbau guru untuk mengurangi Pekerjaan Rumah bagi siswa, yakni hanya 2 kali seminggu agar siswa tidak stres. Himbauan ini juga tidak begitu diterapkan oleh guru karena minimnya sosialisasi. Alhasil banyak orang tua yang telah habis akal dan kesabaran untuk mengatasi tuntutan belajar daring dari sekolah.

Saat tatap muka dimulai (22/2), Disdikbud juga lebih menekankan pada penerapan protokol kesehatan ketat ditiap sekolah, pemberlakuan jam belajar 2 jam sehari dan pembatasan 20 siswa tiap kelas. Alih-alih ada pemangkasan standar kompetensi dan kompetensi dasar, Mendikbud  malah mengesahkan kurikulum link and match bagi SMK, yang prakteknya baru bisa berjalan setelah pandemi. Dengan kurikulum ini tampak Pendidikan yang ada diatur untuk mencetak generasi buruh bagi investor. perubahan kurikulum justru memojokan Islam seperti pendangkalan makna jihad dan penghapusan mata pelajaran SKI. Serta yang terbaru adalah penghapusan pelajaran agama Islam.

Distorsi ajaran Islam semakin mencuat tatkala perencanaan peta jalan pendidikan Nasional 2020-2035 dikeluarkan oleh Mandikbud. peta jalan itu menghilangkan frasa agama yakni iman dan taqwa yang dilansir Republika.co.id, (7/3). Visi pendidikan menjadi  "Membangun rakyat Indonesia untuk jadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang,  sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila."

Visi pendidikan ini tidak sesuai dengan pasal 31 ayat 3 UUD 1945 berbunyi "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".

Jika seperti ini arah pendidikan Indonesia, maka akar permasalahan learning lost tidak akan pernah tuntas walau pandemi telah berakhir. Justru makin parah karena pangkal dari masalah pendidikan saat ini adalah sekularisme dan kapitalisme. Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) membuat semua sistem negara termasuk pendidikan ditentukan menurut hawa nafsu investor. Wajar jika kurikulum darurat hingga saat ini belum dibuat, karena mendahulukan kulikulum link and match SMK. kurikulum malah berhasil membentuk kepribadian hedeonis dan materialis.

Seharusnya semua sistem kenegaraan dirancang untuk membentuk insan yang beriman dan bertakwa.Karena Iman da takwa akan membimbing seseorang untuk selalu mendekatkan diri kepada pencipta dan semakin berakhlak mulia. Rasulullah bersabda "Bertakwalah engkau kepada Allah dimanapun / Kapanpun/ dalam keadaan bagaimanapun..." (HR At-Tirmidzi)

Sejatinya pendidikan harus membuat generasi penerus yang memimpin peradaban gemilang. Sistem pendidikan Nasional harus mampu melahirkan penemu dan ahli di bidangnya yang berguna bagi dunia. seperti halnya Al Biruni, cendekiawan muslim yang disebut sebagai bapak geologi diusia 17 tahun, Ibnu Sina (Bapak Kedokteran),

Ibnu Haytam (Penemu Lensa kamera) serta banyak lagi cendekiawan muslim lain yang banyak menyumbangkan pengetahuannya pada peradaban emas Islam.

Untuk mewujudkan sistem pendidikan tersebut tentu tak bisa disandarkan pada sistem demokrasi saat ini. Sistem demokrasi adalah sistem sekuler yang pasti bertolak belakang dengan Islam. Sehingga perlu diganti dengan aturan Islam secara sempurna.

Jika sistem nya telah benar maka arah pendidikan pasti untuk menambah pemahaman Islam agar tercipta insan yang beriman, bertakwa serta berakhlak mulia. Indonesia bisa melampaui Baghdad dijaman dulu yang merupakan pusat rujukan pengetahuan dunia. Dalam pikiran Khalifah Abbasiyah ke tujuh, Al-Ma’mun (813-833), masyarakat ideal masa depan hanya bisa diwujudkan melalui ilmu pengetahuan dan rasionalisme. Untuk mencapainya, berbagai bidang pengetahuan yang ada di seluruh kejayaan harus dikumpulkan di satu lokasi terpusat. Ia yakin jika para cendekiawan terbaik dari dunia Islam dapat dikumpulkan untuk saling belajar satu sama lain, akan terbukalah ‘kemungkinan yang tak terbatas’.

Baitul Hikmah ini terletak di Bagdad, yang dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman Kegemilangan Islam (The Golden Age of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya para ilmuwan menyebut bahwa Bagdad sebagai profesor masyarakat Islam. (Viva.co.id)

Jika sistemnya telah benar tidak akan ada lagi lost learning dan ketidak Adilan serta ketidak merataan fasilitas pendidikan. Seperti saat ini walaupun pendidikan jarak jauh (PJJ) sudah lama digaungkan praktisi pendidikan tetap saja didasrah terhalang masalah alat telekomunikasi dan signal. Allah SWT menegaskan dalam QS: Ibrahim: 27 bahwa " Dia membiarkan sesat orang yang dzalim dan egois dan abai akan aturan Allah.

Wallahu’aam bi shawab.

Posting Komentar untuk "Tatap Muka atau Tidak, Tetap Saja Learning lost"