MEMAJUKAN SAINS DUNIA ISLAM
MEMAJUKAN SAINS DUNIA ISLAM
Oleh : Muhammad Kurniawan
(Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia)
Salah satu PR besar umat Islam adalah memajukan sains dan teknologi dunia Islam agar tidak seperti saat ini yang banyak bergantung pada dunia barat. Kemandirian tersebut penting agar agenda ummat tidak mudah didikte dan dibelokkan. Jujur harus kita akui bahwa sains di dunia Islam saat ini mengalami kemunduran. Salah satu indikator yang mudah kita amati adalah sangat sedikitnya Muslim peraih nobel bidang sains yakni sekitar 0,8% saja (Amhar, 2021).
Tidak salah jika kita bernostalgia ke zaman keemasan peradaban Islam. Sains berkembang subur beriringan dengan perkembangan ilmu dan tsaqofah Islam seperti fiqih, ilmu hadits, tafsir dan lainnya. Ilmuwan muslim tidak hanya menguasai ilmu agama, sains pun mencapai puncak kejayaannya.
Jika saat ini sains di dunia islam mengalami kemunduran, maka faktor-faktor pendorong kemajuan Islam dulu harus ditapaki kembali. Sebab kemajuan Islam dulu tak lepas dari pondasi yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Napak tilas tersebut bukan sekedar nostalgia, melainkan kembali kepada warisan yang lurus dan terbukti shahih membangkitkan peradaban Islam.
Pertama, dorongan iman. Iman dan ilmu harus beriring sejalan. Iman mendorong seorang muslim menuntut ilmu karena merupakan perintah dari Allah Swt. Sebaliknya pemahaman terhadap ilmu-ilmu agama tentu akan menguatkan keimanan. Namun itu tidak hanya berlaku pada ilmu agama. Sains pun dapat mengantarkan manusia pada kekuatan iman. Penginderaan atas mekanisme alam, perenungan atas keajaiban penciptaan membuat seorang Muslim semakin takjub akan ke-Maha Kuasaan sang Pencipta. Wajarlah jika Allah swt mendorong manusia merenungkan proses penciptaan, memikirkan alam semesta dan isinya sehingga ia sadar kebesaran Allah Swt. Proses perenungan ini jika dilakukan secara sistematis dan empiris dengan tujuan menyelesaikan masalah manusia akan dapat melahirkan pengetahuan yang akhirnya mengembangkan sains dan teknologi.
Kedua, perintah dalam agama untuk mencari ilmu adalah wajib. Berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Tidak kenal umur, dari buaian hingga liang lahat. Proses menuntut ilmu disamakan dengan ibadah. Pahalanya pun tidak main-main dijanjikan oleh Allah swt. Para ahli ilmu (Ulama) mendapatkan pujian sebagai pewaris Nabi. Derajat ilmuwan ditinggikan oleh Allah beberapa derajat bahkan terhadap ahli ibadah sekalipun.
Ketiga, Islam melarang takhayul dan sihir. Pelaku keduanya dianggap melakukan dosa syirik yang termasuk diantara dosa-dosa besar. Larangan ini mengajarkan seorang muslim untuk berfikir rasional. Mengedepankan argumentasi baik itu argumentasi dalil maupun bukti empiris. Metode berfikir seperti ini merupakan warisan tak ternilai bagi peradaban Islam sebab menjadi pondasi bagi iklim ilmiah yang akan menyuburkan ilmu pengetahuan.
Keempat, faktor yang tak kalah pentingnya adalah peran Negara Islam ketika itu. Dorongan teologis bak gayung bersambut dengan kebijakan negara. Sebab negara juga punya beban kewajiban mengurus rakyatnya. Memberikan pendidikan gratis secara merata. Berbeda dengan peradaban romawi, Persia dan India kala itu dimana menuntut ilmu menjadi hak istimewa kalangan tertentu seperti agamawan dan bangsawan.
Khalifah sebagai kepala negara sangat menghargai ilmu. Para khalifah biasa duduk dimajelis ilmu, meminta fatwa dari para ulama. Tanggung jawab negara terhadap pendidikan juga diwujudkan dengan mendirikan fasilitas-fasilitas seperti perpustakaan, kampus dan observatorium yang membuat suasana keilmuan Daulah menjadi semarak. Tidak ada dikotomi antara sains dan ilmu agama dalam suasana itu. Keduanya dihargai dan wajib dituntut. Wajar jika sains dan teknologi berkempang pesat seiring dengan tsaqofah keislaman. Tsaqofah Islam memandu sikap manusia, memberi pemecahan solusi. Sementara sains dan teknlogi mempermudah kehidupan, membantu penyelesaian masalah dan menjadi alat bagi Daulah menyebarluaskan Islam ke penjuru dunia. Ketiadaan dikotomi ini berakar dari syara dimana Rasul sendiri sangat menghargai proses ilmiah dan eksperimen dengan mengatakan “ kalian lebih tahu urusan dunia kalian” saat ditanya tentang cara paling baik dalam penyerbukan kurma.
Maka jika kita sains di dunia Islam ingin kembali berjaya, faktor-faktor diatas harus kembali dihidupkan sebagaimana warisan peradaban ini layaknya harus kembali ditegakkan. Wallahu’alam.
Posting Komentar untuk "MEMAJUKAN SAINS DUNIA ISLAM"