Sistem Kapitalis Menjadikan Kota Gemerlap Desa Gelap
Oleh : Elita (Pontianak)
Keterbatasan penyediaan sumber listrik menjadi kendala besar bagi masyarakat. Terutama keterbatasan sumber listrik bagi operasional fasilitas Puskesmas yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat dalam pemenuhan fasilitas kesehatan.
PT Cita Mineral Investindo Tbk (CMI) menyerahkan bantuan penyediaan fasilitas penunjang operasional berupa mesin genset 12,5 KVA, beserta rumah mesin kepada Puskesmas Desa Matan Jaya, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang kesehatan. (Warta Pontianak 23/9/2021).
Adanya bantuan mesin genset ini membuktikan bahwa kesenjangan sosial di negeri ini masih tinggi. Pembangunan di kota dan di desa jauh dari kata seimbang. Pembangunan di perkotaan bisa dua, tiga bahkan empat kali lipat dibandingkan di pedesaan. Ini bisa kita lihat dari kemudahan pasang listrik baru di daerah perkotaan. Perumahan yang baru berdiri saja bisa langsung teraliri listrik PLN. Sedangkan di pedesaan, masyarakat harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan aliran listrik.
Persoalan kelistrikan seperti ini, merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang selalu memperhitungkan laba dan rugi. Selain itu adanya libelarisasi kelistrikan yang merubah status PLN dari perusahaan jawatan yang lebih berorientasi pada pelayanan menjadi PT yang lebih berorientasi laba/ profit, yang sahamnya boleh dibeli oleh pihak swasta mana pun. Demikian juga munculnya listrik swasta yang mengharuskan PLN membeli 'strum'-nya dengan harga yang mahal. Sehingga pembangunan listrik dipedasaan yang dianggap tidak memberikan keuntungan yang besar akan terabaikan pemenuhannya.
Menurut Islam, listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Karena, Listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat dan merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta sebagaimana mana negara juga tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan bahan baku pembangkit listrik kepada swasta. Hal ini karena listrik dan barang tambang yang jumlahnya sangat besar adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta dan individu.
Berkaitan dengan ini Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.”(HR. Abu Daud).
Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik. Selain itu termasuk juga kepemilikan umum adalah barang tambang yang jumlahmya sangat besar seperti batu bara dan gas alam adalah sebagai sumber bahan baku pembangkit listrik.
Negara dan pemerintahannya sebagai ra’in (pengatur) harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat bukan atas prinsip untung rugi semata. Jika negara hanya berprinsip pada untung dan rugi maka lagi-lagi rakyat hanya akan dijadikan sebagai objek ekonomi. Berbeda dalam Islam, listrik merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh negara. Listrik diberikan kepada seluruh rakyat, baik di kota maupun di desa. Sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh semua rakyat.
Negara harus benar-benar mengupayakan berjalannya secara optimal pengelolaan listrik tersebut karena rakyat sangat membutuhkannya. Dari semua itu, bila pemerintah mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam niscaya keberadaan listrik dapat dinikmati oleh rakyat karena persoalan listrik hanya bisa diselesaikan dengan solusi penerapan syariah Islam dalam seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan negara.
Posting Komentar untuk "Sistem Kapitalis Menjadikan Kota Gemerlap Desa Gelap"