Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Digisexuality di Era Game Online Mengancam Generas

oleh : Tyas Ummu Rufaidah

Trend game online atau mabar menjadi aktivitas wajib bagi penggila game / gamer. Tak sedikit banyak anak maupun orang dewasa yang kecanduan game, alhasil waktunya habis digunakan untuk ngegame. 

Baru baru ini terdapat  kasus kejahatan seksual dalam game online kembali menjadi sorotan. Kali ini korbannya adalah anak-anak perempuan yang sering bermain Free Fire (FF). Mereka adalah 11 anak perempuan berusia dibawah umur, tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Pelakunya adalah laki-laki berusia 21 tahun. Modusnya berawal dari bermain FF bersama korban, kemudian menjanjikan membelikan “diamond” asalkan korban mau diajak video call sex (VCS).(Pikiran Rakyat, 4/12/2021).

Miris bukan melihat fakta diatas, dari sebuah permainan dalam dunia maya bisa melakukan hal - hal yang melecehkan orang lain bahkan masih anak - anak. Usut punya usut ternyata Pelaku tadi mengaku melakukan VCS dan mengumpulkan foto/video porno anak-anak perempuan itu semata untuk kepuasannya sendiri.
Inilah maksud dari digisexuality (digiseksualitas), yakni memanfaatkan teknologi dalam urusan seksual.

 Atas perbuatannya, tersangka terjerat tiga pasal, yakni UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, dan UU ITE.
Kini, istilah “digiseksualitas” ikut menambah deretan daftar penyimpangan seksual. Perbuatan seseorang dengan apa pun dan di mana pun, termasuk melakukan kejahatan seksual, adalah akibat liberalisme.

Asal mula dari bermain game online bisa berteman dengan siapaun tanpa melihat usia, dan jenis kelamin. Bermain game online ini ternyta membius semua kalangan yang maniak terhadap dunia game, fitur audio serta visualnya pun tak luput dari aksi pornografi. Setelah kencanduan serta mengejar point serta hadiah dari kemenangan game tersebut sampai - sampai rela melepaskan kehormatanya saking ingin mendapatkan diamond dalam permainan merusak itu.


Dengan disuguhui berbagai gambar serta aksi bermuatan pornografi membuat naluri nau' syahwatnya bergejolak bagi yang tidak tau melampiaskanya dengan benar. Maka tidak sedikit yang terjerumus pada zina hingga melakukan tindakan lebih dari itu yaitu lewat VCS ini membuktikan begitu liarnya naruli na'u ini jika tidak dikendalikan tanpa hukum agama.

Kasus serupa akan terus berlanjut jika tidak ada sanksi tegas dan setimpal untuk pelaku. Seperti halnya saat ini dimana hukum atau aturanya tak memberikan  efek jerah bahkan kasusnya semakin bervariatif dan angkanya terus melonjak. Belum lagi kebebasan berkepersi selalu di degungdengungkan di segala lini, kebijakan nyelenah untuk melegalisasi zina pun sudah masuk di perguruan tinggi dalam bungkusan premendikbud. Belum lagi akan ada ruu pks yang akan diwacanakan diketuk palu sebab banyaknya kasus pelecehan seksual. Apakah ini akan menjadi solusi untuk mengkahiri kasuk pls , tentu belum tentu sebab pasal ini ibaratnya pasal karet yang bisa di tarik ulur siapa saja.

Beginilah jika tatanan kehidupan berlandaskan pada sistem kapitalis dimana untuk rugi menjadi standarisasi. Jika terdapat manfaat maka akan dilegalisasi meskipun menimbulkan keruskan di muka bumi.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam yang menjadi acuanya, Islam yang berasaskan akidah Islam akan menyadarkan manusia tentang hubungannya dengan Sang Pencipta.
Bahwasanya manusia lahir ke dunia atas kuasa Allah swt kelak  membangkitkan manusia di Yaumulakhir untuk meminta pertanggungjawaban.  Oleh karenanya, wajib  bagi umat muslim,  mengetahui tujuan hidupnya adalah hanya semata - mata bertakwa pada Allah swt.


Dalam Islam naluri melestarikan keturunan atau melapisankan syahwatnya telah diatur dengan sangat terperinci. Mulai dari perihal  pelampiasanya syahwat pun diatur dalam bingkai pernikahan. Sebaliknya pemenuhan syahwat di luar pernikahan adalah hal yang dilarang dalam Islam  serta mengundang murka-Nya. Oleh karenanya , perbuatan manusia haruslah senantiasa terikat syariat, agar menutup peluang untuk melakukan kejahatan seksual.


Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan  bisa menyelesaikan permasalahan kejahatan seksual. Untuk memberantasnya, tidak hanya dilakukan sekedar ketakwaan individu saja, tetapi  harus juga ada peran negara yang menjadi peran peting dalam menerapkan Islam secara kafah dalam sistem pemerintahan Khilafah Islamiah.


Seperti fenomena kejahatan seksual saat ini terjadi, bukan sekedar membahas sanksinya saja, melainkan harus membahas secara komprehensif tentang budaya, sistem pendidikan, hingga sistem ekonomi.

Mulai dari budaya, media dan sistem pendidikan harus saling bersinergi dalam menggalang pemikiran barat menyilinap kedalam negeri Islam. Negara benar - benar mengfilter tayangan, fitur,serta konten - konten yang mengarah pada pornografi.


Tak luput dari itu Islam akan memperhatikan ekonomi warganya agar seluruh kebutuhan pokok  mereka terpenuhi. Dengan begitu  seluruh kebutuhan hidup satu keluarga, akan menghantarkan pada keluarga yang harmonis dan mencegah anggota keluarga untuk melakukan  kemaksiatan.

Dengan demikian maka kasus kejahatan seksual dan lainya akan menurun kasusnya bahkan sirna karena Islam tegas serta memberikan solusi pasti untuk semua problematika umat.

Wallahualambishowab

Posting Komentar untuk "Digisexuality di Era Game Online Mengancam Generas"