EVALUASI KAPAL ASING DI PERAIRAN KITA
Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mecatat kurang lebih 75 kapal asing pencuri ikan diamankan otoritas keamanan perairan Indonesia sepanjang 2021. Vietnam merupakan yang terbanyak dengan jumlah 39 kapal disusul Malaysia dengan 27 kapal, Filipina 6 kapal, 2 kapal tanpa bendera dan 1 dari Taiwan (Kalbar.harianhaluan.com, 13/1).
Koordinator DFW Indonesia Abdi Suhufan mengungkapkan “Terdapat 50,6 persen lokasi penangkapan kapal pencuri ikan tersebut terjadi di Laut Natuna. Terdapat kurang lebih 400 orang ABK kapal ikan asing yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut. Mereka merupakan warga negara Vietnam, Filipina, Malaysia, Myanmar, Taiwan dan Indonesia”.
Jelas dimata kita, bahwa nelayan sebagai ujung tombak pemanfaatan sektor bahari, adalah kalangan ekonomi bawah. Menurut data BPS (2018), setidaknya 20 sampai 48 persen nelayan dan 10 hingga 30 persen pembudidaya tergolong miskin. Ditambah harus bersaing dengan kapal besar dan kapal asing, terang akan gigit jari jika melaut.
Senada dengan catatan akhir tahun Mongabay Indonesia (28/12/2021), hanya beberapa nelayan yang bisa melaut pada akhir tahun ini karena musim angin utara yang sangat kencang. Musim utara berlangsung selama akhir tahun hingga bulan April 2022. Selama musim angin utara itulah, laut Natuna menjadi ajang tempat melaut kapal asing pencuri ikan. Potensi bahari hanya jadi lahapan kapitalis asing.
Berbusa-busa wacana blue economy, penjagaan laut nusantara dan lain-lain tampak manis tapi realisasi dari konsep kapitalisme tak akan menuntaskan kemiskinan, merobek kedaulatan, regulasi hukum tidak menegasi overfishing. Tak ada perubahan mendasar dan mengakar yang dapat memosisikan potensi bahari selaku milik umum, kecuali sistem pengelolaannya diganti menurut aturan Sang Pencipta potensi bahari itu sendiri, yakni Allah Swt.
Posting Komentar untuk "EVALUASI KAPAL ASING DI PERAIRAN KITA"