Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hak Buruh yang Terabaikan


Penulis: Nayla Shalihah ( Penulis Remaja HSI) 

Penetapan JHT bagi buruh kembali di atur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam Permen tersebut menyebutkan bahwa manfaat JHT di syaratkan kepada peserta 1jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Artinya, karyawan yang terkena PHK dan mengundurkan diri baru bisa mengambil manfaat JHT saat berusia 56 tahun.

Peraturan tersebut banyak menimbulkan kontra dan protes bahkan hingga ada petisi online yang berjumlah sebanyak 370.000 orang ikut serta menandatangani penolakan pensyaratan tersebut. 

JHT yang awalnya bisa diambil satu bulan setelah PHK, namun kini rakyat harus menunggu hingga umur mereka 56 tahun. Padahal, potensi mereka terkena PHK semakin hari semakin besar. Di sisi lain potensi untuk tidak mendapat pesangon dari perusahaan dengan berbagai alasan termasuk di antaranya produksi menurun juga semakin besar.

JHT memegang peranan sangat penting yaitu untuk mereka para buruh bertahan. Dengan uang JHT, mereka bisa sedikit lega karena untuk menyambung hidup kembali jika tiba-tiba di-PHK. Misalnya untuk modal membuka usaha atau untuk biaya hidup selama mereka menganggur. 

Jelas kebijakan menahan JHT adalah satu bentuk kezaliman penguasa kepada rakyatnya, pasalnya JHT merupakan uang murni milik buruh sehingga terkesan aneh ketika uang tersebut di tahan di tengah kebutuhan yang terus naik ditambah pajak yang makin banyak dan besar bagai mencekik rakyat, terlebih lagi rakyat dengan tingkat menengah ke bawah. 

Demikianlah peraturan-peraturan yang lahir dari kebijakan penguasa sistem kapitalisme yang berwatak zalim. Bukannya meringankan beban rakyat  tetapi justru menambah beban dengan menahan harta rakyat.

Berbeda halnya ketika penguasa lahir dari sistem Islam, kebijakan selalu berfokus kepada rakyat. Diantaranya Khalifah Umar bin Khaththab, pada tahun ke-6 kepemimpinannya, memberikan tunjangan rata-rata sebesar 50 dinar setara dengan 200 juta per tahun pada yang membutuhkan.

Dalam perburuhan, Islam mengajarkan berilah upah sebelum keringat kering, Islam tidak mengajarkan tahanlah upah buruh. Tentu dengan sistem Islam hak rakyat dan buruh terpenuhi dengan baik

Wallahu a'lam....

Posting Komentar untuk "Hak Buruh yang Terabaikan"