Gelandangan dan Badut Ramai, Negara Jangan Abai
Dinas Sosial Kota Pontianak menyatakan keberadaan gelandangan dan pengemis serta badut yang biasa mangkal di perempatan jalan dalam kota setempat bukan warga Pontianak, Kalimantan Barat. "Orang Pontianak ini suka iba jadi mengundang mereka datang ke sini, mereka itu dari luar kota bahkan juga luar provinsi. Kami selalu sosialisasi dan edukasi hal tersebut kepada masyarakat untuk tidak memberi, baik melalui media sosial maupun dengan pembuatan flyer atau seminar" kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pontianak, Darmanelly di Pontianak, Selasa 22 Maret (voi.id, 22/03/2022).
Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat pada Pasal 42 poin E, tegas melarang memberikan uang atau barang kepada pengemis, peminta-minta di persimpangan jalan atau tempat umum lainnya.
Ia menyebutkan bahwa banyak alasan mereka mengemis, seperti untuk membayar cicilan motor. Bahkan di antara gelandangan dan pengemis itu ada yang memiliki mobil dan mempunyai istri dua serta rumah yang mewah. Ia berharap masyarakat mengerti hal tersebut. Jika ingin memberikan sedekah lewat jalur yang jelas seperti Badan Amil Zakat atau Dompet Ummat yang jelas penyalurannya.
Sejak Tahun 2020 pemerintah kota Pontianak pernah memperbanyak CCTV dengan alasan untuk mempermudah memantau keberadaan gelandangan dan pengemis sehingga mempermudah petugas untuk memperingatkan gelandangan dan pengemis melalui pengeras suara. Serta pernah heboh pula ukulele pengamen Pontianak yang dimusnahkan oleh Satpol PP.
Beragam profesi jalanan ini diklaim bukan warga Kota Pontianak sehingga pemulangannya harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi. Hingga kini, terus menerus muncul kembali gelandangan, pengemis dan badut ini. Hal ini berbanding lurus dengan realita yang ditemukan Census Night SP2020 yang dilaksanakan BPS untuk menjaring tunawisma, gelandangan, orang gila dan lain-lain. Sementara data gelandangan Kota Pontianak terakhir diupdate tahun 2018 berjumlah 41 orang masih perlu di update kembali agar dapat dipenuhi hak-haknya.
Kebijakan pemerintah saat ini akhirnya akan menemukan dilema yang disebabkan oleh sistem kapitalisme yang mengakar di negeri ini. Jika melarang mereka mencari uang di jalanan maka akan menyulitkan mereka untuk membiayai hidup, sementara jika dikembalikan ke wilayahnya juga tidak ada jaminan kesejahteraan atau kemudahan lapangan kerja yang menjanjikan. Negeri welfare state ini telah perlahan membunuh rakyatnya sendiri atas sulitnya mengakses standar kesejahteraan minimum akan rumah tempat berteduh, makanan bergizi dengan harga terjangkau dan pakaian yang layak. Belum lagi soal kesehatan, pendidikan dan keamanan yang tidak terjamin.
Inilah mengapa masyarakat membutuhkan Islam sebagai sistem kehidupan. Islam sebagai agama produktif ditunjukkan dengan anjuran bekerja bagi umatnya. Islam membenci umatnya yang malas dan tidak mau bekerja. Maka setiap individu akan diedukasi untuk gigih mencari nafkah yang halal dan tidak mengganggu ketertiban umum serta keselamatan diri. Negara dalam Islam adalah penyedia dan penjamin lapangan kerja agar masyarakat pun tidak harus mengais rejeki di jalanan yang bisa membahayakan keselamatannya. Negara pun harus menerapkan sistem ekonomi Islam yang mensejahterakan sekaligus mencampakkan kerja gagal kapitalisme dalam memberikan kesejahteraan.
Yeni
Pontianak-Kalbar
Posting Komentar untuk "Gelandangan dan Badut Ramai, Negara Jangan Abai"