Bullying Menjadi Trend di Pesantren?
Oleh : Tyas Ummu Rufaidah.
Beberapa pekan ini publik dihebohkan oleh beredarnya berita meninggalnya satu santri di salah satu pondok pesantren (Ponpes) ternama di kawasan Jawa timur. Kematian itu diduga akibat kekerasan yang dilakukan oleh senior korban di Ponpes tersebut. Hal itu dibenarkan oleh pihak pesantren bahwa dilakukan oleh senior kepada juniornya. Aksi kekerasan ini dikenal dengan istilah bullying atau perundungan. Di mana perundungan ini marak terjadi baik di kampung, sekolah, hingga pesantren.
Dikutip dari Kompas.com, Ponpes Darussalam Gontor, Ponorogo-Jawa Timur merespons kasus santri AM asal Palembang yang tewas dianiaya santri lain. Juru bicara Ponpes Gontor, Noor Syahid membenarkan adanya kasus santri Ponpes Gontor yang tewas dianiaya. Beliau atas nama pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, menyampaikan terkait wafatnya Almarhum ananda AM santri Gontor asal Palembang, (6/9/22).
Sekularisme Menyuburkan Bullying
Jika bicara tentang bullying maka sudah ada dalam benak, bahwa itu tindakan tercela dan tak patut dilakukan. Sebab, hal itu merupakan segala perilaku yang merupakan tindakan kekerasan baik secara fisik maupun secara mental. Di mana pelakunya bisa dilakukan satu orang atau berkelompok.
Tindakan tercela ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama, yakni dari internal pelaku bullying yang pada dasarnya memang hobi membulli atau mempunyai karakter dalam dirinya suka untuk menjaili orang lain sebagai bentuk eksistensinya.
Kedua, dari faktor eksternal
pelaku bullying sering menonton tontonan yang membenarkan perilakunya, sehingga dari sana dia mencontoh hal tersebut.
Disamping faktor- faktor di atas, pelaku bulli ini merupakn hasil dari sebuah pendidikan yang minimnya adab dan juga menonjolkan eksistensinya. Pada masa remaja kerap kali naluri baqo' (naluri mempertahan diri) begitu dominan tanpa disertai ilmu dan pemahaman yang benar. Dan secara tidak sadar peran orang tua juga dominan dalam membentuk perilaku anak dari pendidikan sehari-hari.
Ditambah lagi pendidikan di sekolah juga tidak bisa membentuk generasi yang unggul. Sebab, sekolah hanya membebankan dengan teori dan tugas semata. Hal itu menyebabkan peran pendidik pun sekarang tergeser, karena hanya menyampaikan bahan ajar tanpa disertai pembinaan dan aplikasi dalam kehidupan.
Di satu sisi, paradigma sistem Sekuler kapitalis menyebabkan kompas pendidikan pun bergeser dari mencerdaskan anak bangsa menjadi ladang komersil. Betapa tidak, jika dirasakan pendidikan semakin mahal, tetapi tidak memberikan output yang berkualitas.
Di era sistem Sekuler saat ini mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan perilaku seseorang. Sistem Sekuler yaitu sistem kehidupan yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Agama mendapat porsi yang sangat sedikit untuk mendidik sumber daya manusia.
Negara sekuler membolehkan agama hanya mengatur dalam urusan private, sedangkan dalam ruang publik peran agama sangat di batasi. Inilah yang menjadikan sumber daya manusia saat ini mengalami krisis moral. Sebab, kehidupan sekuler memberikan kebebasan berperilaku pada setiap individu. Kebebasan itulah yang membentuk mereka menjadi manusia yang bebas dalam artian jauh dari norma dan nilai agama, sehingga naluri mereka tidak terarah dan tidak terdidik dengan nilai-nilai agama.
Bagaimana negara memberi solusi terhadap Bulliying?
Setiap manusia mempunyai naluri mempertahankan diri, sehingga sebuah hal yang wajar jika dalam setiap diri manusia terdapat sifat marah, benci, bahkan terkadang terdapat dorongan untuk menghina orang lain. Namun, manusia dibekali akal untuk menimbang kebaikan dan keburukan. Agar menjadikan akal bisa membimbing naluri manusia ke jalan yang benar, maka perlu latihan dan didikan yang perlu proses panjang.
Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam pergaulan. Islam mempunyai aturan yang komplit terkait akhlak yang harus dimiliki ketika bergaul dengan sesama manusia. Aturan itu mampu mendidik dan mengarahkan naluri baqo' yang ada dalam diri manusi dengan pemenuhan yang tepat. Sebab, naluri itu dipenuhi sesuai dengan perintah Allah maupun larangan-Nya. Sebuah larangan dalam Islam bernilai sebagai dosa yang diancamkan siksaan di neraka. Sedangkan perintah yang dijalankan dalam Islam bernilai pahala yang dijanjikan surga.
Rasulullah juga melarang mengejek orang lain dalam sabda beliau yang artinya: "Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar)". (HR.Bukhari)
Perumpamaan orang-orang yang beriman dan mencintai, saling mengasihi dan saling mendukung satu sama lain bagaikan satu tubuh. Jika satu tubuh sakit maka seluruh bagian tubuh yang lainnya akan merasakan sakit. Dengan begitu, tidak akan saling menyakiti, karena menyakiti orang lain sama saja dengan menyakiti diri sendiri.
Oleh karena itu, agar terwujud generasi yang unggul baik IPTEK dan Imtaq maka harus ada peran negara yang hadir untuk merealisasikannya. Sebab, hanya negara berasaskan Islam yang mampu menerapkan peraturan serta kurikulum berbasis hukum syarak. Maka untuk itu agar bisa terealisasikan, sudah saatnya berhijrah dari sistem Sekuler ke sistem Islam. Waallahualam bishowab.
Posting Komentar untuk "Bullying Menjadi Trend di Pesantren?"