Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MARAK PERDAGANGAN SATWA ILEGAL


Penulis: Yeni, M.Sos

Satwa liar, termasuk yang terlindungi, akhir-akhir ini kian banyak menjadi target perdagangan illegal. Ditreskrimsus Polda Jatim mengamankan lima orang dalam dugaan kasus jual beli satwa liar dilindungi diantaranya binturong (sejenis musang) dijual Rp. 40 Juta (liputan6.com, 26/8). Polres Tapanuli Utara amankan 2 pelaku perdagangan satwa liar berupa puluhan kilogram sisik trenggiling dan paruh rangkong (Mongabay.co.id, 13/8). Menurut data Forest Wildlife Protection Unit (ForWPU) sepanjang 2015 – 2021, kasus tindak pidana kehutanan angkanya cukup tinggi yakni hingga 53 kasus di Sumatra. 

Ternyata di Kalbar pun tak kalah mengkhawatirkan. Sebanyak 6.320 satwa di Kalimantan Barat (Kalbar) dikabarkan telah diperdagangkan secara ilegal selama kurun waktu 2019-2021. Nilai transaksi mencapai Rp 452 juta dan sebanyak 56 kasus perdagangan satwa liar yang telah diputuskan oleh pengadilan negeri (betahita.id, 24/6). Perdagangan satwa itu diungkap Yayasan Planet Indonesia (YPI). Dari sinilah bisa kita ketahui ternyata aktivitas perburuan dan perdagangan yang berlebihan menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati di alam Kalbar dan Indonesia pada umumnya. 

Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Muriansyah, membeberkan hingga kini masih banyak ditemukan masyarakat yang memperjualbelikan, menangkap, atau memelihara satwa yang sebenarnya masuk dalam kategori satwa liar dilindungi Undang-Undang (UU).

Kondisi ini berdampak pada kerugian yakni kepunahan suatu spesies, kehilangan keanekaragaman hayati dan kerusakan lingkungan hidup. Menurutnya, sejumlah satwa dilindungi di Indonesia mengalami penurunan populasi signifikan dan mendapatkan sorotan internasional. Di antaranya elang Jawa, kakatua jambul kuning, harimau Sumatera, dan macan tutul (kalbar.inews.id, 22/6).

Ngeri jika melihat fakta ditingkat daerah seperti ini. Akuisisi lahan oleh korporat secara massif dalam sistem Kapitalisme menimbulkan deforestasi besar-besaran yang berdampak pada terancamnya habitat satwa serta kehidupan mereka. Meningkatkan potensi merebaknya zoonosis lewat kontak antara hewan (yang habitat aslinya sudah dirusak) dengan manusia.

Agenda Asing dalam Perdagangan Satwa Liar Ilegal 

Kondisi ini kemudian dimanfaatkan dan diperparah oleh jaringan internasional perdagangan satwa liar ilegal untuk memperjualbelikan satwa liar endemik yang juga merambah ke pasar online hingga menjadikan rantai penjualan satwa ilegal menjadi lebih luas. Sementara itu, perangkat hukum yang lemah dalam sistem Demokrasi telah membuat penegakan hukum atas perdagangan satwa menjadi sulit untuk diberantas.

Sebuah jaringan perdagangan satwa internasional diamankan oleh pemerintah federal Amerika Serikat setelah mereka berhasil menghentikan aktivitas perdagangan produk-produk dari satwa dilindungi diantaranya harimau Sumatera, macan tutul, macan kumbang, gading gajah dan burung-burung yang masih hidup. Sejumlah produk satwa yang diperdagangkan lewat dunia maya atau online.

Seperti dilaporkan oleh Associated Press, Lembaga Perikanan dan Satwa Liar Amerika Serikat (United States Fish and Wildlife Service) mengumumkan penangkapan 150 tersangka pelaku perdagangan produk dan satwa liar hidup secara online yang melibatkan aparat keamanan federal dari 16 negara bagian, tiga lembaga federal dan tiga negara Asia, termasuk Indonesia. Lewat operasi bertajuk “Operation Wild Web” ini petugas berhasil menyita harimau Sumatera yang diawetkan, macan tutul dan macan kumbang; lalu sejumlah burung-burung migrasi, gading gajah dan kulit kuda zebra (www.mongabay.co.id, 17/7/13). 

Operasi yang digelar lintas negara bagian yang meliputi California, Texas, New York, Florida dan Alaska serta beberapa negara bagian lainnya ini menyasar para pedagang satwa liar yang beroperasi melalui situs-situs Craiglist, eBay dan beberapa situs perdagangan lainnya. Aparat keamanan di Singapura, Thailand dan Indonesia juga melakukan operasi sejenis di saat yang bersamaan untuk menjaring para pelaku. Perdagangan satwa liar di dunia setidaknya merugikan hingga 19 miliar dollar AS setiap tahun dan menempati peringkat keempat kejahatan global paling berbahaya setelah narkotika, pemalsuan dan perdagangan manusia.

Ancaman Kepunahan Keanekaragaman Hayati

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Dalam buku “Status Hutan dan Kawasan Hutan Indoneisa 2018” dijelaskan bahwa Indonesia merupakan negara ke tiga dalam hal tingkat keanekaragaman hayati dunia, setelah Brazil dan Kolombia.

Namun, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang satwa liar terancam punah. Faktor-faktor utama yang mengancam kepunahan satwa liar adalah kerusakan habitat, perburuan, introduksi spesies, dan adanya konversi hutan alam ke peruntukan lain. Keanekaragaman hayati semakin tersudut dan memihak pada pencari keuntungan. Pun terhadap orang-orang yang tampaknya peduli, namun ternyata melakukan kanalisasi atau lebih kasar lagi mengkaplingnya untuk kepentingan sendiri. 

Kolaborasi riset bersama ilmuan asing yang sering digagas saat ini berupa pemanfaatan riset biodiversitas darat dan laut yang ada di Indonesia dianggap mempercepat eksplorasi riset berbasis keanekaragaman hayati di Indonesia. Pada kenyataannya adalah upaya eksplorasi, sudah dipastikan akan ada eksploitasi besar-besaran di kemudian hari dan itu disaat Indonesia sendiri akan kehabisan keanekaragaman hayatinya.  

Islam Menjaga Keanekaragaman Hayati

Didalam Islam, berbagai keanekaragaman hayati dan biodiversitas yang terdapat di darat dan di laut itu bukanlah milik negara, apalagi milik korporasi atau perusahaan perseorangan tertentu. Akan tetapi deposit dalam jumlah yang melimpah, baik itu yang terdapat di darat ataupun di laut, merupakan milkiyah atau kepemilikan umum. Rakyat yang ada di satu area itu adalah orang yang paling berhak terhadap pemanfaatannya. 

Islam telah memberikan aturan berkenaan dengan penjagaan terhadap lingkungan termasuk keanekagaman hayati berupa satwa liar. Pertama, tidak boleh melakukan kerusakan terhadap segala sesuatu sesudah ada perbaikan. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…” (QS Al-A’raf [7]: 56).

Kedua, Islam melarang penebangan pohon secara sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang memotong pohon bidara (lotus jujube-inggris, penerj.) yang ada di atas tanah lapang—yang sering digunakan sebagai tempat bernaung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) ataupun binatang-binatang—secara sia-sia dan penuh kezaliman tanpa alasan yang benar, maka Allah akan menaruh api neraka di atas kepalanya.” (HR Bukhari)

Ketiga, Islam mendorong menyediakan sumber makanan pada lingkungan sekitar satwa liar dengan menyuburkan tanah dan hutannya dengan cara ditanami, atau menyitanya (tanah pertanian tersebut) dari siapa saja yang tidak menanaminya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang   memiliki tanah, maka hendaklah ia menanaminya atau diberikan kepada saudaranya.”. Sabda beliau ﷺ lagi, “Tidaklah seorang muslim menanam sesuatu lantas tanaman itu dimakan orang lain, burung, ataupun binatang-binatang lain kecuali hal itu menjadi sedekah baginya.”

Keempat, Islam mendorong untuk menyayangi binatang. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya seseorang telah melihat seekor anjing yang sedang kehausan, kemudian ia melepaskan sepatunya untuk menciduk air untuk diminumkan ke anjing itu. Allah memuji orang itu dan memasukkannya ke dalam surga.”. Berkenaan dengan orang yang mengambil anak burung, beliau bersabda, “Siapa yang membuat cemas (induk) yang melahirkan anak burung ini? Kembalikanlah ia kepada induknya!”. Beliau pun bersabda, “Seorang wanita dapat masuk neraka hanya karena soal kucing yang dipeliharanya, tetapi tidak diberinya makan dan juga tidak mencegahnya tatkala kucing itu memakan tanah yang kotor.”

Dikisahkan di masa keyayaan kekhalifahan Islam bahwa kaum muslim sesungguhnya telah komitmen dengan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan menjaga lingkungan yang akan menjadi tempat yang nyaman bagi manusia dan hewan-hewannya. Seorang Muhtasib, yakni kadi yang ada di pasar, senantiasa mengawasi jual beli apa saja yang ada di pasar, sehingga selalu terawasi jika ada upaya menyakiti hewan ternak atau jual beli hewan haram atau dari perdagangan illegal. Kaum muslimin juga telah membangun kebun-kebun untuk hewan-hewan darat.

Juga ada kesan-kesan yang sangat indah dari para khalifahnya. Khalifah Harun al-Rasyid pernah menghadiahkan gajah dan kera sehat yang diambil dari kebun binatang di Baghdad pada saat itu kepada Raja Charleman, Raja Prancis. Yaqut al-Hamawiy berkata, “Adalah Kaisar Ja’fari menyukai tempat-tempat Khalifah al Ma’mun karena di sana terdapat kebun binatang untuk binatang-binatang liar.” Khalifah Al-Mutawakkil membangun kebun yang luas di Kota Samura sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan seperti singa, kijang, burung, dan lain-lain.

Penjagaan Islam terhadap alam berupa mekanisme pengelolaan ekosistem yang adil dan kebijakan yang bersandar pada syari'at Allah SWT menjadikan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta berjalan sesuai dengan tujuan penciptaannya. Segala bentuk kerusakan adalah tindak kemaksiatan yang akan mendapatkan sanksi berupa hukuman (pidana) di dunia juga ancaman dosa di akhirat.*

Posting Komentar untuk "MARAK PERDAGANGAN SATWA ILEGAL"