Multaqo Ulama Al-qur'an Nusantara, Akankah Menguatkan Penerapan Al-qur'an dalam Kehidupan Secara Nyata?
Multaqo ulama Al-qur'an Nusantara baru saja usai digelar. Acara yang berlangsung selama tiga hari tersebut bertempat di Ponpes Al -Munawir Krapyak Yogyakarta dan dihadiri oleh sekitar 340 peserta terdiri dari para ulama Al-qur'an, pengasuh ponpes, akademisi, praktisi perguruan tinggi serta peneliti Al-qur'an dalam dan luar negeri.
Diantara yang hadir ada pula sederet nama tokoh penting yang sedianya mengisi pada panel puncak hari ketiga.
Diantaranya adalah KH Bahaudin Nursalim (Gus Baha), Said Agil Hussain dari UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Quraish Shihab juga Dirjen Pend. Islam M.Ali Ramdhani.
Tema acara tersebut bertajuk "Pesan Wasathyah Ulama Al-qur'an Nusantara.
Melihat dari segi kualitas keilmuan dari para tokoh yang kesemuanya mendalami ilmu tentang Al-qur'an, maka tak berlebihan jika umat berharap ada angin Segar bagi penerapan Al-qur'an secara nyata di kehidupan.
Hal ini tak lepas dari semakin pahamnya umat bahwa memang Al-qur'an adalah sumber hukum yang berasal dari sang Khaliq dan semua sepakat tentang hal ini.
Namun sepertinya umat dibuat "kecele" dengan hasil yang direkomendasikan pada akhir acara. Alih alih menjadikan Al-qur'an sebagai pedoman kehidupan yang sempurna. Hasil Multaqo justru mengerucut pada satu opini tentang Islam Wasathyah yang belakangan selalu diulang dan disebut dalam tiap kesempatan.
Inti dari enam rekomendasi yang berhasil dirumuskan dari acara tersebut secara nyata memberi penegasan pada pengarusutamaan Islam Wasathyah sebagai metode berfikir, bersikap dan beraktifitas untuk mewujudkan keberagaman yang moderat, toleran, ramah dan rahmah ditengah masyarakat Indonesia yg heterogen.
Di singgung pula perlunya bagi Kemenag melalui direktorat bidang pendidikan Diniyah dan pesantren untuk meningkatkan pelayanan, pengawasan dan evaluasi pendidikan Al-qur'an mulai tingkat dasar hingga tinggi baik dari sisi bacaan, hafalan dan implementasinya ditengah masyarakat.
Selain itu juga perlunya penyusunan desain kurikulum dan juga memperhatikan ketersambungan sanad , pemahaman, pengamalan, dokumentasi dan pencantuman jalur sanad keilmuan ulama Al-qur'an secara berjenjang, berkesinambungan yang ditambah wawasan kebangsaan, keagamaan, isu-isu global dalam bingkai sekali lagi Wasathyah Islam?.
Mungkinkah telah muncul anggapan bahwa kandungan hukum yang ada pada Al-qur'an tak lagi relevan dengan kondisi dan kebiasaan hidup masyarakat di negeri ini?.
Ditengah kemunduran taraf berfikir umat yang sangat kesulitan meski sekedar untuk mengetahui kewajiban kewajiban sebagai umat muslim. Yang penyebabnya bemula dari di tutupnya ruang bagi Ijtihad hukum syara' yang kemudian diperparah dengan runtuhnya benteng terakhir bagi penerapan hukum Islam yakni Daulah Islam terakhir di Turki tahun 1924. Dan generasi setelahnya hanya berharap pada keberadaan ulama meski pada akhirnya berujung munculnya taqlid buta yang berlebihan.
Peran Al-qur'an sebagai sumber hukum yang lengkap dengan aturan yang terkandung didalamnya melingkupi segala sesuatu yang berkaitan dengan hidup manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dan dengan Rabb-nya baik yang terkait dengan makanan , pakaian, muamalah dan uqubat.
Inilah yang harusnya menjadi dasar hukum bagi perbuatan bagi manusia. Tetapi ini menjadi sangat kontradiksi dengan hasil Multaqo Ulama Al-qur'an Nusantara beberapa waktu lalu yang membatasi penerapan dan pengamalan dalam lingkup Wasathyah. Karena hal itu justru akan semakin mempersempit bahkan mengerdilkan posisi Al-qur'an sebagai pedoman hidup yang harapannya terimplementasi ditengah masyarakat apapun latar belakang dan kondisinya.
Penting pula untuk berfikir ulang dan mencermati kembali bahwa sebenarnya istilah Islam Wasathyah atau yang kemudian disebut Islam moderat adalah pemahaman yang sengaja dimunculkan pihak barat untuk menekan laju kesadaran berislam secara kaffah yang tumbuh ditengah masyarakat.
Dalam dokumen RAND corporation melalui buku yang berjudul "Building Moderate Muslim Network". (al-waie.id)
Pada tulisan tersebut didapati gambaran jelas peran dan fungsi Islam Wasathyah atau Islam Moderat sebagai sarana untuk memetakan kekuatan umat muslim. Agar dapat diketahui mana teman dan mana lawan bagi pihak Barat.
Pada dokumen tersebut umat muslim dibagi menjadi lima kelompok yakni:
Islam Fundamentalis, Tradisionalis, Sekularis, Modernis dan Liberalis. Dari kelimanya Barat sangat mewaspadai gerak dari kaum Fundamentalis hingga melabelinya dengan Islam Radikal.
Untuk ini Barat menempuh cara untuk menjauhkan kaum fundamentalis dari kaum tradisionalis yang tak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Barat. Sedang kaum modernis dan sekularis mereka adalah yang paling mudah menerima pemikiran asing karena keduanya sangat pro Demokrasi yang menjadi pintu masuk berbagai ideologi selain Islam. Sedang bagi kaum liberalis, Barat menganggap mereka sebagai kawan yang sangat "aman".
Amat sangat disayangkan jika para ulama pewaris nabi justru jadi perpanjangan tangan bagi pemikiran barat. Padahal telah jelas,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
Al-qur'an adalah Kalamullah maka seharusnya ulama mendorong penerapannya dalam kehidupan dan bukan terhenti hanya sekedar untuk mempelajari dari segi bacaan, hafalan yang tersanad atau hanya sekedar menjadikan Al-Qur'an sebagai bahan perbandingan dengan hukum buatan manusia atau sebagai materi MTQ semata.
Meski hal itu bukan sesuatu yang buruk namun jika dibiarkan berlarut dan berlanjut maka akan berdampak semakin menjauhkan dari urgensi penerapan Al-Qur'an. Sedangkan penyebab utama terpuruknya umat dengan berbagai persoalan hidup justru karena terlalu lama meninggalkan aturan Allah dengan memfungsikan sumber hukum yang tak lain adalah Al-Qur'an dengan cara yang tidak sesuai, yakni mengambil satu atau beberapa hukum dengan meninggalkan yang lain karena di anggap tidak sesuai dengan heterogenitas masyarakat dan sistem politik yang di anut di negeri ini.
Padahal keberadaan Al-Qur'an sebagai sumber hukum akan mampu terterapkan dengan sempurna jika ada sistim pemerintahan atau Daulah Islam yang menaungi dan mengadopsi hukum Islam seluruhnya juga menjamin terwujudnya penerapan Al-qur'an dengan meletakkannya sebagai dasar sebuah sistem dan sebagai sumber hukum.
Dengan demikian Islam sebagai Rahmatan lil'alamin akan benar benar terwujud dan keadilan Islam dapat dirasakan tidak hanya oleh kaum muslim bahkan oleh non muslim yang hidup dalam naungan Daulah dan secara otomatis suasana Islami akan tetap terjaga.
Karena hukum Islam berperan sebagai regulasi terhadap berbagai pemahaman abu-abu yang coba disusupkan oleh musuh Islam.
Dengan ketaqwaan individu dan masyarakat Islami sebagai kontrol dan sistem Islam yang akan menjadi penjaga keberlangsungan penerapan hukum. Walhasil sikap toleransi, ramah , rahmah dan keberagaman akan tetap terpelihara dalam koridor Syara' yang bersumber dari As-Syari' yakni Allah SWT.
Wallahu'alam
Posting Komentar untuk "Multaqo Ulama Al-qur'an Nusantara, Akankah Menguatkan Penerapan Al-qur'an dalam Kehidupan Secara Nyata? "