Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sertifikasi Halal adalah Kewajiban Negara

Oleh : Maimunah Asmu'i

Kementrian agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Memberikan himbauan kepada para pelaku usaha untuk segera memiliki sertifikasi halal bagi produk yang dimiliki. Kepala BPJPH Muhamad Aqil Irham menegaskan jika Produk masa penahapan pertama kewajiban sertifikasi halal akan berakhir pada 17 oktober 2024 berdasarkan ketetapan UU No. 33 Tahun 2014 (sumber beritasatu.com )

Kepala BPJPH Muhamad Aqil Irham  mengatakan ada 3 kelompok yang harus bersertifikasi halal. Pertama : Produk makanan dan minuman, _kedua_: bahan baku, bahan tambahan pangan dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, _ketiga_: produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Berbagai sanksi akan diberlakukan bagi yang belum mempunyai sertifikat halal mulai dari peringatan tertulis, denda administrasi hingga penarikan barang dari peredaran. Namun demi memberi kemudahan bagi para pelaku usaha, saat ini BPJPH masih memberikan keringanan   dengan membuka fasilitas sertifikasi halal gratis (sehati) . Program yang diberlakukan bagi 1 juta produk usaha mikro dan kecil dengan skema pernyataan pelaku usaha atau Self Declare. Karenanya Muhamad  Aqil Irham berharap agar kesempatan ini di manfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pelaku UKM .
Hal senada di ungkap oleh Mastuki selaku Kepala Tugas Pelaksana BPJPH. Bahwa rogram Sehati adalah program kolaborasi dan sinergi antara BPJPH Kemenag dengan kementerian / Lembaga,Pemda, Instansi dan pihak swasta untuk memfasilitasi pembiayaan sertifikasi halal gratis bagi pelaku UKM.

Halal haram dalam pandangan sistem kapitalisme

Menyandang predikat negeri dengan penduduk  islam terbesar tidak lantas membuat tiap individu muslim di negeri ini lepas dari ke khawatiran halal haram produk olahan yang akan di konsumsi .Apalagi dengan sistem Kapitalisme dan keheterogenan masyarakat yang boleh jadi standar halal haram pun berbeda antara satu dengan lainnya . Kapitalisme sendiri memandang halal dan haram lebih kepada permintaan pasar tak lebih. Sedangkan bagi kaum muslim, pengakuan halal sebuah produk sebagai sarana yang bisa menghilangkan kekhawatiran halal haram produk yang akan di konsumsi. dan yang utama konsumsi makanan halal bagian dari keta'atan pada perintah Allah.

Geliat ekonomi pasca pandemi dan maraknya perubahan pola hidup sehat di masyarakat tertentu, menjadikan sertifikasi halal bagi makanan sangat di butuhkan. Terlebih belakangan halal food   mulai di minati dan menjadi global lifestyle di negara negara maju seperti Jepang,Amerika,Inggri, Hongkong dan Korea selatan. Tentu ini dilihat sebagai peluang yang menjanjikan bagi pelaku usaha. Tidak hanya dari Indonesia peluang ini juga mulai di lirik Thailand. 

Kewajiban yang di kapitalisasi?

Alih - alih menjadi jembatan bagi pelaku  usaha dan konsumen,  penetapan tarif pada proses sertifikasi  membuktikan bahwa negeri ini makin jauh terbenam dalam cengkeraman Kapitalisme. Asas manfaat dalam Kapitalisme membuat segala permasalahan di pandang dari segi ada dan tidaknya peluang keuntungan yang akan di peroleh negara. Akibatnya jaminan perlindungan konsumen di lihat sebagai hubungan kerjas sama pemerintah dan pelaku usaha bukan sebagai bagian dari peri'ayahan negara pada masyarakat.    Dampaknya,  pemberian  sertifikasi halal menjadi komoditas yang ter-  kapitalisasi dan rakyat tak ubahnya sapi perah yang hanya di jadikan sumber penghasilan pendapatan bagi suatu negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis.

Aturan yang rumit dan berbelit.

Indonesia meski dengan kondisi alam yang subur dengan kekayaan alam berlimpah ternyata posisinya dalam perekonomian global hanya sebagai sumber kekayaan bagi segelintir oligarki.  Sungguh negeri ini adalah "syurga para investor".  Karenanya dengan posisi ini mustahil kemandirian ekonomi bisa di raih.  Di buktikan dengan semakin menggunungnya hutang luar negeri yang seolah makin menyandera kebebasan negeri ini di kancah internasional.

Negara sebagai institusi utama yang bersinggungan langsung dengan hal tersebut. Harusnya mampu menunjukkan perannya sebagai fasilitator bagi pelaku usaha dalam memperoleh sertifikasi halal. 

Namun fakta hidup dalam sistem kapitalis   tidaklah sesederhana itu. Mengingat anggaran Rp 8 miliar hanya mampu memfasilitasi 3.179 dari total 13.5 juta UKM yang ada. Program sertifikasi halal gratis (sehati) yang di luncurkan oleh Kemenag mulai akhir 2021 lalu  untuk produk masa penahapan pertama. Meskipun dengan embel embel gratis  nyatanya program tersebut masih mencantumkan "seabrek"  persyaratan yang harus di penuhi oleh pelaku UKM . 

Sertifikasi halal dengan prosesnya yang rumit dan biaya yang tidak sedikit pada jalur tertentu. Menyebabkan para pelaku UKM memilih  abai terhadap penyertaan label halal bagi produknya. Inilah harusnya yang menjadi fokus utama penanganan.  Program Sehati yang diharap mampu menberi jalan keluar terbaik.  Nyatanya masih terkesan _setengah hati_ memberi kemudahan sertifikasi.  

Tentu ini tidak berimbang dengan pengakuan bahwa  UKM menjadi salah satu penopang perekonomian terbesar bagi negara. Sebagai penopang perekonomian terbesar harusnya para pelaku UKM layak mendapatkan perlakuan yang lebih dari Sehati. Sebagai bukti kokohnya  peran negara sebagai  fasilitator utama yang mendukung kelancaran dan kemudahan usaha masyarakat dengan memberi akses sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha  tanpa proses mahal, rumit, berbelit atau menunggu adanya program program gratis seperti Sehati.

Jaminan hakiki

Jaminan ke halalan sebuah produk  sejatinya tak bisa hanya dengan formalitas pemberian  sertifikat halal. Dalam diri pelaku usaha harus di bangun pula Ketaqwaan untuk menjalankan perintah Allah dan kesadaran untuk mentaati aturan Allah meninggalkan segala bentuk keharaman pada setiap aktifitas. Dan ini hanya akan terwujud dalam sistem yang menerapkan aturan islam secara kaffah.

Hanya dalam Daulah Islam  negara benar benar berfungsi  sebagai penjamin keamanan dan perlindungan dalam hidup bermasyarakat. Jaminan rasa aman saat beribadah, bermu'amalah atau dalam menangani  pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani bagi masyarakat kususnya dalam hal pangan. Jaminan kemudahan dalam  memperoleh makanan konsumsi yang halal dan tayyib merupakan tanggung jawab penuh Daulah Islam yang dibangun berdasarkan syari'at Allah sebagai sistem pengaturnya .

Daulah yang akan mengontrol setiap produk di Pasaran dan memastikan tak ada pilihan produk lain selain kebutuhan pokok halal bagi kaum muslim. Kesadaran akan keterikatan  hukum Allah yang menjadikan setiap individu dari pejabat dan masyarakat untuk senantiasa terikat dengan ketaqwaan. Inilah jaminan yang hakiki, bukan hanya sehelai kertas berstempel halal yang rawan manipulasi. 

Penutup

Kewajiban mengkonsumsi makanan halal dan baik telah Allah perintahkan bagi setiap ummat muslim. Sebagaimana yang termaktub dalam QS  Al-Baqarah 2; 168 .
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَ رْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu."

Keimanan pada Al- Qu'ran sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan senantiasa menyertai setiap amanah yang di bebankan di pundak pejabat dalam Daulah Islam.
Keimanan akan  mendorong pelaksana amanah untuk melaksakan tugas dengan baik serta penuh keikhlasan untuk menggapai Ridha Allah SWT semata.

Wallahu a'lam bishowabb

Posting Komentar untuk "Sertifikasi Halal adalah Kewajiban Negara"