Banjir Sambas Butuh Disaster Management Ala Islam
Oleh: Tri Marni (Sambas, Kalbar)
Banjir di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar) yang telah berlangsung hampir tiga pekan semakin meluas. Sebanyak 51 desa di 16 kecamatan dilaporkan terendam banjir. Ada 17.315 kepala keluarga atau 63.519 jiwa terdampak. Ratusan warga memilih meninggalkan rumahnya untuk mengungsi. Kedalaman banjir bervariasi. Wilayah terparah dengan ketinggian air mencapai 2 meter. Banjir terjadi akibat curah hujan tinggi dalam tiga pekan terakhir. Bencana itu diperparah dengan adanya air kiriman dari Kabupaten Bengkayang.
Sementara itu, Bupati Sambas Satono memastikan telah menyalurkan bantuan makanan instan, susu dan obat-obatan ke sejumlah desa yang terdampak. “Banjir disebabkan air kiriman dari hulu. Saat ini, sejumlah jalan sudah terendam dan bahkan sudah masuk ke rumah warga, kata satono
Kepala BPBD Sambas Marjuni menambahkan, banjir juga merendam sejumlah fasilitas umum, seperti gedung sekolah, rumah ibadah, serta ratusan hektar kebun karet warga.
Marjuni meminta seluruh masyarakat terdampak banjir waspada cuaca ekstrim. Dia juga meminta warga segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi jika hujan tak kunjung reda. “Dalam sepekan ini, diperkirakan hujan akan terus mengguyur sejumlah wilayah di Kabupaten Sambas,” tutup Marjuni.
Pemerintah pun mengeluarkan peringatan akan terjadinya cuaca ekstrem. Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPPB).
Secara geografis Indonesia adalah negeri rawan bencana. Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api (Ring of Fire) Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.
Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim (panas dan hujan) dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Tidak heran jika potensi bencana di Indonesia sangat besar, mulai dari gempa, gunung meletus, longsor, tsunami, banjir, kebakaran, dan sebagainya.
Penyebab banjir tidak bersifat tunggal, demikian pula penanganannya. Meski curah hujan akibat perubahan iklim selalu dituding sebagai penyebab banjir yang utama, tetapi kajian penyebab banjir dapat melebar ke berbagai aspek.
Benar, jika curah hujan dan cuaca menjadi salah satu penyebabnya. Tetapi alam dengan segala keseimbangannya menjadi tidak stabil saat aktivitas manusia menggeser penopang siklus alami alam. Perubahan iklim yang ekstrem dan kerap terjadi saat ini tentu tidak terjadi begitu saja. Terdapat sekian banyak kajian ilmiah yang menunjukkan besarnya pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim.
Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perubahan iklim terjadi karena komposisi atmosfer global yang terpengaruh aktivitas manusia. Penebalan lapisan atmosfer menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer makin banyak. Peningkatan konsentrasi gas inilah yang mengakibatkan efek rumah kaca, yakni proses peningkatan suhu bumi.
Kondisi ini meningkatkan jumlah air di atmosfer sehingga curah hujan meningkat. Saat curah hujan besar dengan intensitas padat turun tanpa adanya lahan yang menampung debit air tersebut, jelas akan meluap dan mengakibatkan banjir.
Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS Ar-Rum: 41).
Bencana adalah ketetapan Allah Swt., tentu benar adanya. Bencana bisa terjadi kapan pun dan di mana pun sebagai ujian dan peringatan bagi manusia. Namun, Islam memberi tuntunan untuk menghindarinya, sekaligus menuntun cara menghadapinya. Termasuk dalam hal ini mengatur soal mitigasi kebencanaan. Mitigasi sendiri secara umum diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik lewat pembangunan fisik ataupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai rain dan junnah umat tadi, yang pertanggungjawabannya sangat berat di akhirat. Adapun aktivitas menolong yang bisa dan biasa dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, maka itu merupakan kebaikan yang dianjurkan oleh agama dan tetap didorong oleh penguasa.
Dalam hal ini, pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.
Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan (disaster management). Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.
Semua ini sangat niscaya dilakukan karena ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber-sumber pemasukan negara begitu besar, terutama dari kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara. Dengan demikian, persoalan dana tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi mitigasi bencana. Atau bahkan menjadi alasan bagi aktor negara asing maupun lembaga nonnegara untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan.
Hanya sistem kepemimpinan Islam yang bisa diharapkan mampu menyelesaikan problem kebencanaan dengan solusi yang mendasar dan tuntas. Dimulai dari fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, yakni berlandas tauhidullah, lalu ditopang oleh penerapan syariat Islam secara kafah [DDH].
Link Berita:
https://regional.kompas.com/read/2023/03/08/150857078/banjir-di-sambas-sudah-tiga-pekan-dan-semakin-meluas-63519-warga-terdampak
Posting Komentar untuk "Banjir Sambas Butuh Disaster Management Ala Islam"