Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mie Memicu Kanker? Miskin Penjaminan Keamanan?



Oleh  : Lahifah Masniary Lubis


Berdasarkan data cnbcindinesia.com, Rabu, 08/02/2023,  Indonesia merupakan negara dengan konsumsi mi instan terbanyak kedua di dunia. Konsumsi mi instan di Indonesia dalam setahun melonjak sekitar 1 miliar bungkus di tahun 2021. Makanan siap saji yang sudah sangat familiar di Nusantara yakni Indomie mendapat kabar kurang mengenakkan. Pasalnya, dua produk mi instan dari Indonesia bahkan juga dari Malaysia yang dijual di Taipei, Taiwan ditemukan mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik.

Dimana dalam sebuah pernyataan, Departemen Kesehatan Taipei mengatakan, telah menemukan sejumlah "Ah Lai White Curry Noodles" dari Malaysia dan sejumlah "Indomie : Rasa Ayam Spesial" dari Indonesia sama-sama mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia. Limfoma adalah kanker yang memengaruhi kelenjar getah bening. Sedangkan, leukemia adalah kanker yang memengaruhi darah dan sumsum tulang (pontianak.tribunnews(dot)com)

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang angkat bicara mengatakan bahwa pihaknya selalu mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh negara pengimpor sebelum mengirim produk. Sayangnya Franciscus masih belum banyak bicara soal temuan tersebut. Namun dia memastikan, pihaknya masih akan terus menyelidiki temuan tersebut.

Dengan banyaknya konsumsi makanan cepat saji ini menunjukkan bahwa masih banyak rakyat yang belum memiliki pola makan yang sehat. Banyaknya makanan dan jajanan yang kurang sehat tentu akan menjadi penyumbang terbesar terjadinya berbagai penyakit.

Tingginya kemiskinan juga makin menambah besarnya kesalahan pola makan. Di sisi lain, ambisi untuk mendapatkan untung besar terkadang mengakibatkan industri makanan abai terhadap syarat kesehatan yang diberlakukan. Negara pun bisa dikatakan memilih sikap abai terhadap keamanan dan kesehatan masyarakat karena ketakmampuannya untuk bersikap tegas kepada para korporat pemilik bisnis besar makanan.

Padahal sejatinya, peran negara untuk mewujudkan ketersediaan makanan sehat bagi rakyatnya harus maksimal. Diperlukan makanan sehat supaya rakyat terbebas dari berbagai penyakit kronis, dan terjaga daya tahan tubuhnya.

Harus ada sebuah perwujudan keamanan pangan bagi masyarakat. Adanya regulasi yang mengatur peredaran makanan di pasaran sangat diperlukan. Membuat standar kelayakan makanan yang akan dikonsumsi. Pola hidup sehat harus diajarkan ditengah-tengah masyarakat.

Karena sejatinya agama Islam telah menentukan makanan yang dikonsumsi harus halal dan thayyib (baik). Sehingga negara dalam sistem Islam akan berusaha memberikan jaminan perlindungan atas terpenuhinya kebutuhan makanan yang halal dan thayyib (baik) bagi rakyatnya.

Dalam sistem Islam, negara akan menugaskan para qadhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para qadhi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase. Ini untuk memastikan bahwa hanya produk halal dan aman yang beredar di tengah masyarakat. Dengan jaminan seperti ini, rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi produk.

Negara juga tak segan akan bertindak tegas, jika ada produsen yang "nakal", memproduksi makanan yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dapat terwujud karena negara menjalankan tugasnya. Negara yang bisa bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan ini hanya Khilafah karena tegak di atas akidah Islam. Sedangkan negara di sistem kapitalisme saat ini justru abai dan hanya sibuk memungut cuan dari rakyatnya.

Posting Komentar untuk "Mie Memicu Kanker? Miskin Penjaminan Keamanan?"