Mengerikan! Narkoba Tumbuh Subur Di Sistem Kapitalisme
Sonia Padilah Riski S.P (Muslimah Ketapang, Kalbar)
Peredaran narkoba saat ini semakin menunjukkan kekhawatiran yang besar. Tidak hanya khalayak umum, aparat yang seharusnya menjadi penegak hukum pun tidak luput dari jerat narkoba. Tidak hanya mengonsumsi, para penegak hukum ini juga bermain di bisnis narkoba.
Dilansir dari tribunketapang.com (06/07/2023), 15 anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dipecat karena positif mengkonsumis narkoba. 15 orang tesebut berstatus sebagai tenaga honorer dengan masa kerja yang bervariasi.
Seharusnya, adanya penggunaan narkoba dikalangan para penegak hukum menjadi koreksi bersama terutama penguasa untuk memilih bagaimana kualitas para penegak hukum tersebut. Penangkapan pengguna narkoba oleh aparatur negara bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, 4 orang anggota Satpol PP yang bertugas di Rumah Dinas Bupati Ketapang Provinsi Kalimantan Barat juga ditangkap oleh polisi. (Japos.co, 30/05/2023)
Jika demikian, ada yang salah mengenai tata kelola negeri ini. Narkoba menjadi barang yang sejak dulu dilarang peredarannya, apalagi untuk para pengguna. Tapi sayangnya, dengan demokrasi narkoba masih saja menjadi permasalahan yang tiada akhirnya. Lalu bagaimana seharusnya negara berperan untuk mengentaskan masalah narkoba? Masih bisakah berharap pada kapitalisme sebagai solusi untuk narkoba?
Narkoba Lahir Dari Sistem Kapitalisme
Beberapa kali polres Kabupaten Ketapang melakukan Operasi Pekat Kapuas. Pada tahun ini, dilaksanakan dari tanggal 23 Maret sampai 05 April. Polres Ketapang berhasil mengungkap 279 kasus dengan 348 tersangka diamankan. Pada Operasi Pekat Kapuas 2023, pihak polres berhasil mengungkap 19 kasus narkoba. Tersangkanya 24 orang, terdiri dari 20 laki-laki dan 4 perempuan (Suarapemredkalbar.com, 18/04/2023)
Peredaran narkoba tentu membuat beberapa kalangan khawatir, hingga pada akhirnya pemerintah daerah membuat sebuah solusi untuk menentaskan permasalahan narkoba yakni pembentukan Satuan Kerja BNN (Badan Narkotika Nasional) Kabupaten Ketapang (Tribunpontinaka.com, 30/11/2022).
Merupakan langkah yang bagus jika pemerintah daerah sendiri sadar mengenai bahaya dari penggunaan dan peredaran narkoba. Meskipun demikian, pada realitanya pembentukan apapun baik melalui kebijakan atau badan nasional belum bisa untuk menuntaskan permasalah narkoba. Terlibatnya aparatur negara dalam masalah ini, menunjukkan bobroknya hukum di Indonesia. Seharusnya hukum bagi para aparat lebih berat dibanding rakyat biasa.
Terlebih Provinsi Kalimantan Barat sendiri ditenggarai menjadi titik utama serbuan narkoba asal Segitiga Emas (Golden Triangle) sekaligus lokasi transit untuk diedarkan ke seluuh wilayah Indonesia. Mengalahkan narkoba produksi Afghanistan terutama untuk sabu, peredaran narkoba Segitiga Emas ini sudah menjadi lebih ‘sangar’ karena juga melibatkan jaringan criminal besar transnasional serta pemodal raksasa yang berbasis di Makau, China, Hong Kong, dan Thailand (Suarapemredkalbar.com, 22/01/2022)
Hal ini sangat memungkinkan terjadinya bisnis peredaran narkoba yang melibatkan aktor negara. Tampak jelas bahwa peradaban ini rusak akibat mudahnya peredaran narkoba. Generasi muda yang diharapkan membawa perubahan untuk peradaban nyatanya juga turut terjun dalam kubangan kapitalisme. Banyak generasi muda yang dirusak fisik dan mentalnya oleh narkoba. Potensi yang seharusnya dikembangkan dengan ilmu, malah kalah dengan perdagangan haram kapitalisme.
Begitu pula peran negara yang jauh dari fungsinya. Meskipun negara memberikan solusi, bukan solusi tuntas hingga ke akar permasalahan tetapi hanya solusi parsial yang masalahnya terus saja berulang. Hukuman yang tidak memberikan efek jera, hingga mudahnya berbisnis narkoba bukti bahwa negara gagal melindungi masyarakat terutama generasi muda.
Rusaknya peradaban saat ini adalah bukti jauhnya generasi saat ini dari Islam. Penerapan sistem kufur yakni kapitalisme membuahkan hilangnya cita-cita dalam tubuh umat hingga pada akhirnya Islam menjadi semakin jauh dari kehidupan.
*Tuntas dengan Sistem Islam*
Narkoba merupakan barang haram dimana dengan mudahnya merusak akal dan mental bagi para penggunanya. Bukan hanya merusak bagi individu saja, dampak negatif ini bahkan terasa hingga ke masyarakat dan negara. Tingginya kriminalitas, korupsi, terorisme, penyakit menulas hingga kehancuran moral dan agama adalah sedikit dari dampak negatif penggunaan narkoba.
Dalam kehidupan Islam, Khilafah-negara pemerintahan Islam- akan menerapkan aturan dan sanksi tegas untuk menjauhkan narkoba dari kehidupan manusia. Mengutamakan peran agama dalam kehidupan masyarakat. Hal ini, akan mampu membuat masyarakat berperan sebagai penjaga tubuh umat. Dimana masyarakat akan memiliki pegangan spiritual dan moral yang kuat untuk menjauhi hal-hal buruk.
Pakar fikih kontemporer, Ustadz Shiddiq Al Jawi menjelaskan bahwa sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah takzir, yakni sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya.
Sanksi takzir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesahalahnnya. Pengguna narkoba yang bisa dikatakan “baru pengguna” akan berbeda hukumannya dengan yang sudah lama. Beda pula dengan pengedar narkoba, dan beda pula dengan pemilik pabrik narkoba. Takzir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati.
Begitu pula dengan aparat yang terlibat narkoba akan dihukum dengan takzir sesuai dengan tingkat kesalahannya. Hukuman terberat yakni hukuman mati. Standar perbuatan manusia dalam Khilafah adalah halal haram sehingga masyarakat akan takut terhadap murka Allah swt jika melakukan keharaman terkait narkoba.
Penguasa juga akan memberikan tauladan yang sesuai dengan standar Islam. Maka orang yang yang suka bermaksita (fasik) tidak boleh menjadi penguasa. Demikian pula dengan aparatur negara, termasuk polisi atau Satpol PP. Namun, jika tetap terlibat kejahatan narkoba, mereka akan dihukum sesuai dengan syari’at.
Posting Komentar untuk "Mengerikan! Narkoba Tumbuh Subur Di Sistem Kapitalisme "