Pembangunan Pabrik Mini Kelapa Sawit, Harapan Akhir Privatisasi?
Oleh: Eviyani (Tokoh Muslimah Ketapang, Kalbar)
Pembangunan dalam suatu negara memang bukan hal yang baru, terlebih pembangunan infrastruktur yang akan digunakan untuk peningkatan produksi dalam negeri. Tetapi sayangnya, dalam pengelolaan negara ini pembangunan selalu berujung tidak berfungsi selayaknya bahkan tidak sedikit yang menimbulkan masalah baru yakni hutang negara.
Pembangunan pabrik mini kelapa sawit akan dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Diketahui pembangunan ini dilaksanakan di Desa Kepuluk Sp6 Kecamatan Sungai Melayu Rayak milik PT Alam Selatan Mandiri.
Tujuan dari pembangunan pabrik mini rencananya akan dimulai pada Januari 2023. Adapun upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu solusi untuk menyerap Tandan Buah Segar (TBS) dari petani sawit, yang terkadang sulit dijual dan harganya rendah. Dikarenakan, para petani juga tidak mempunyai alat yang canggih untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO. Kisaran untuk pembangunan satu pabrik CPO dan RPO mini saja mencapai Rp2,3 M selama 4,3 tahun (Ketapang.suarakalbar, 06/06/2023).
Kembali lagi pada standar pembangunan saat ini, dimana negara bisa dibilang lamban untuk menyegerakan pembangunan. Apakah pembangunan pabrik mini kelapa sawit ini bisa menjamin kesejahteraan masyarakat khususnya bagi para petani sawit? Lalu bagaimana paradigma Islam mengenai suatu pembangunan?
Bangun Membangun Lama-lama Buntung
Negara memang berkewajiban untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya termasuk pelayanan berkualitas tinggi. Wajar jika negara akan melakukan apapun untuk mengelola negaranya, baik hal itu menyangkut infrastruktur, pembangunan SDM atau hal lainnya. Salah satunya adalah pembangunan pabrik mini kelapa sawit, yang ditujukan untuk petani agar bisa mengolah hasil dari TBS. Meskipun hal ini masih di inisiasi oleh swasta sebagai pemilik modal.
Jika kita lihat sepak terjang negara dalam mengelola negaranya, semua pembangunan akan di danai oleh perusahaan (baik itu asing maupun dalam swasta). Hal inilah yang sesungguhnya harus menjadi titik kritis masyarakat, bahwa segala pengelolaan yang ada masih dimiliki oleh perusahaan.
Perusahaan bergerak dengan standar untung rugi, bukan hal yang aneh jika kesepakatan antara pemerintah dengan perusahaan tersebut menghasilkan kesepakatan yang bisa saja merugikan masyarakat banyak (maslahat umum). Meskipun keberadaan pabrik mini kelapa sawit bisa memberikan sedikit bantuan kepada masyarakat, tetapi tetap saja keuntungan akan diterima oleh perusahaan sedangkan masyarakat masih berkutat “bagaimana agar bisa tetap membeli minyak goreng.”
Bangun membangun sarana prasarana memang menjadi hal yang lumrah, tapi pemerintah seakan tidak pernah jera untuk mengulang hal yang sama. Bukan hanya di Kabupaten Ketapang saja hal ini dilakukan, tetapi seluruh pembangunan di negara ini dilakukan tanpa ada rencana yang matang serta evaluasi yang cukup. Wajar jika masalah dikemudian hari tidak terelakkan, seperti hutang yang akhirnya bertambah, infrastruktur yang sudah dibangun pada akhirnya terbengkalai, bahkan lingkungan menjadi rusak akibat pembangunan yang ada.
Kelapa Sawit Dalam Paradigma Kapitalisme
Kapitalisme menjadi pandangan manusia saat ini, dimana segala sesuatunya dilandaskan pada materi atau untung rugi. Hal ini merupakan sistem ekonomi dimana berasal dari barat. Dalam Islam pun perihal ekonomi juga bersandar pada untung rugi itu sendiri. Sayangnya konsep ideologi kapitalisme ini bukan hanya diterapkan pada sistem ekonomi saja melainkan hampir di seluruh lini kehidupan, baik dari sisi pembangunan dan pengelolaan negara, sisi kesehatan dan pendidikan, dan lain sebagainya.
Maka bukan hal yang aneh jika kita menemukan mayoritas masyarakat selalu berinteraksi dengan manusia lainnya menggunakan asas untung rugi. Kapitalisme menjadi ideologi sendiri karena mampu diterapkan pada ranah negara, tapi sayangnya banyak kerusakan akibat ideologi ini diterapkan. Salah satu contoh kecilnya adalah pembangunan negara ala-ala korporat.
Kesalahan dalam pengelolaan negara ini terletak dari ideology yang digunakan yakni kapitalisme. Pembangunan dalam paradigma kapitalisme tentu mengarah pada keuntungan belaka. Korporasi hadir seakan bisa memberikan solusi ditengah masyarakat, malahan sebaliknya keberadaan mereka lah yang membuat segala kebijakan bersandar pada kepentingan mereka. Kenapa? Karena korporasi sendirilah yang mendanai segala pembangunan yang ada.
Padahal, jika kita melihat potensi SDA yang ada dan bisa dikelola dengan baik, negara ini tidak lagi bergantung pada keberadaan korporasi sebagai pemilik modal. Solusi demi solusi dicetuskan, tapi jika masih menggunakan pada paradigma kapitalisme semua solusi tersebut hanyalah omong kosong.
Pembangunan pabrik mini kelapa sawit adalah solusi yang sebenarnya bukan solusi untuk masyarakat. Negara masih saja memanfaatkan keberadaan perusahaan sebagai pemilik modal. Padahal, potensi SDA Kabupaten Ketapang (salah satunya bauksit) bisa saja memberikan infrastruktur terbaik tanpa mengandalkan keberadaan korporasi. Negara lah yang membuka kran investasi secara besar-besaran.
Mengharapkan kesejahteraan dalam kapitalisme sangat tidak mungkin, karena ideologi yang berlandaskan sekulerisme ini selalu menciptakan kerusakan yang ada. Kesejahteraan rakyat (dalam kapitalisme) cukup diwakilkan oleh para penguasa sedangkan rakyatnya tetap berada dalam lingkaran kemiskinan.
Mahalnya harga minyak kelapa sawit bukan semata-mata hanya dilihat dari seberapa banyak pabrik yang dibangun pada kawasan lokal perkebunan. Namun secara menyeluruh terkait juga dengan harga minyak dunia, jumlah produksi kelapa sawit, distribusi, hingga problem praktik kejahatan seputar kelapa sawit (seperti mafia TBS, penimbunana TBS, dan lain sebagainya). Permasalahan kelapa sawit ini bukan terletak pada keberadaan infrastruktur itu sendiri melainkan tata kelola sawit yang zhalim dalam sistem kapitalisme. Maka hanya membangun satu pabrik (padahal milik individu) tidak akan menghentikan privatisasi.
Pengelolaan Kelapa Sawit Dalam Islam
Islam hadir untuk memberikan solusi atas permasalahan masyarakat, selama ini mungkin saja tidak pernah terpikirkan bahwa pengelolaan kelapa sawit bisa diatar dengan Islam tentunya dengan negara yang menerapkan aturan Islam.
Terdapat beberapa hal Islam mampu menyelesaikan permasalahan pengelolaan kelapa sawit ini;
Pertama, aspek produksi. Khilafah (negara Islam) menjalankan hukum pertanahan Islam. Islam menetapkan kepemilikan lahan pertanian sejalan dengan pengelolaanya. Siapa saja yang mampu mengelolanya, ia berhak mengelola seluas apapun. Namun, bagi yang tidak mampu dan malas membuatnya produktif hilanglah kepemilikannya. Dalam hal ini, individu termasuk korporasi tidak boleh mengatasnamakan dirinya untuk menguasai tanah tersebut (baik pertanian maupun perkebunan).
Kedua, Khilafah akan memberikan bantuan kepada petani seperti sarana produksi (saprodi), infrastruktur penunjang modal, teknologi, dsb. Hal tersebut untuk memaksimalkan pengelolaan lahan, dengan sumber pendanaan ditopang oleh baitulmal.
Ketiga, Khilafah akan mendorong pelaksanaan riset oleh Perguruan Tinggi dan lembaga riset untuk menghasilkan bibit unggul dan teknologi serta inovasi yang dibutuhkan petani.
Keempat, Proses tawar menawar hasil pertanian dilakukan secara adil dan saling ridho antara petani dengan pembeli. Sehingga tidak memunculkan keberadaan mafia maupun menimbun TBS.
Kelima, Khilafah akan memberi sanksi tegas pada pelaku kartel dan melarang praktik tengkulak. Khialfah juga akan menghapus pasar komoditas yang menyebabkan kecurangan dalam pembentukan harga.
Khatimah
Jelasnya hukum Islam membuat pengelolaan sawit bukan hanya menguntungkan sepihak sebab Islam mengatur terkait kepemilikan dan pengelolaan kelapa sawit. Pemerintah juga hadir dalam memberikan bantuan kepada para petani seperti alat - alat penunjang perkebunan, pupuk, dan lain sebagainya. Islam adalah solusi satu-satunya untuk mengatasi berbagai persoalan ini. Wajib bagi kita sebagai muslim untuk mengambil solusi tersebut. Caranya dengan turut memperjuangkan sistem Islam (Khilafah) agar tegak di seluruh negeri muslim. Walhasil, kekayaan SDA yang ada benar-benar bermanfaat dan bisa rakyat nikmati karena terkelola dengan baik oleh Khilafah.
Wallahu’alam
Posting Komentar untuk "Pembangunan Pabrik Mini Kelapa Sawit, Harapan Akhir Privatisasi? "