Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Badai PHK Masal di Era kapitalis



Oleh : Luluk Ummu Amira

Ratusan buruh pabrik tekstil mengalami PHK masal di hampir seluruh Indonesia. Kabar ini membuat pilu para pencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, karena lapangan pekerjaan kian sulit.

Dikutip dari CNBC Indonesia, ribuan buruh industri tekstil dilaporkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi.
Menurutnya, dari data yang dihimpun KSPN, ada 6 perusahaan tekstil yang kembali melakukan PHK.
Selain itu, Ristadi mengutip data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mencatat sepanjang tahun 2022 ada PHK sebanyak 345.000 pekerja di industri TPT nasional. Dan, katanya, per Agustus 2023, ada 26.540 pekerja yang dirumahkan mengarah PHK.(6/10/23)

Dari fakta diatas telah nampak bahwa badai PHK masal ini terjadi di perusahaan tekstil terkemuka di berbagai kota besar di Indonesia. Beberapa perusahaan tersebut adalah PT Mulia Cemerlang Abadi di Kabupaten Tangerang yang tutup dan melakukan PHK terhadap 2.600 pekerjanya. Kemudian ada PT Delta Merlin Tekstil II Duniatex Group yang melakukan PHK terhadap 924 pekerja, dan masih ada beberapa perusahaan lain yang melakukan PHK terhadap ratusan pekerjanya hingga total pekerja yang mengalami PHK sebanyak 4.584 pekerja, sedangkan 460 pekerja lainnya menunggu nasib saat dirumahkan. Sungguh sedih melihat ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan, sedangkan masih banyak tanggungan yang harus dipenuhi.


*Apa yang menjadi penyebab terjadi PHK masal, khususnya di bidang pertekstilan?*

Jika kita telusuri lebih dalam, beberapa tahun terakhir penjualan komoditi tekstil dalam negeri mengalami penurunan permintaan ekspor. Hal ini disebabkan oleh berberapa faktor, salah satunya gempuran baju impor yang banyak menjadi trend di aplikasi E-commerce dan platfrom media sosial seperti Tiktok shop yang beberapa pekan terakhir resmi ditutup pemerintah, karena dianggap menganggu daya minat pembeli secara offline.

Dari data Merdeka.Com, industri tekstil lokal juga harus menghadapi gempuran produk impor. Berdasarkan data API, sepanjang 2018—2019, ada sembilan perusahaan tekstil tutup usaha karena produk kain impor membanjiri pasar lokal. Ketua Umum API Ade Sudrajat menyatakan, besarnya volume produk impor kain membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia sulit bersaing, karena harga kain impor lebih murah. (9/9/2019).

Industri tekstil sangat dibutuhkan masyarakat, karena merupakan bagian dari kebutuhan dasar, yaitu sandang (pakaian). Kebutuhan terhadap pakaian dan bahannya tentu sangat besar. Anehnya, nasib industri ini seolah berada dalam kebangkrutan di mana banyak kepala rumah tangga yang kehilangan pekerjaannya. Hal ini membuat beban berat dalam menjalani kehidupan di sistem kapitalis ini kian berat. Sistem ekonomi kapitalis hanya mengacu pada para pemilik modal tanpa memperhatikan nasib kalangan bawah. Semakin terasa kesenjangan sosial yang terjadi, seperti halnya sekarang yang kaya makin kaya sedangkan si miskin kian miskin. 

Permasalahan ini butuh solusi kongkrit untuk memecahkannya. Sebab, kunci solusi permasalahan industri tekstil ini sebenarnya ada di tangan negara, karena terkait kebijakan impor, insentif untuk industri, dan lain-lain. Namun sayangnya, kebijakan pemerintah justru makin mendorong industri tekstil ke dalam jurang kebangkrutan, yaitu dengan membuka kran impor selebar-lebarnya.
Seharusnya, pemerintah mendukung industri tekstil dengan menutup kran impor, atau setidaknya membatasinya, yaitu hanya membolehkan impor tekstil khusus untuk produk yang tidak bisa diproduksi di Indonesia, semisal karena merupakan produk kerajinan khas negara tertentu. Sedangkan produk yang bisa dipenuhi industri dalam negeri, sebaiknya impornya dilarang. Selain itu, butuh sanksi tegas bagi pelaku yang melanggar aturan tersebut agar membuat efek jera. 

Untuk mewujudkan efisiensi industri, pemerintah bisa mendukung dengan menggratiskan industri tekstil dari aneka pungutan seperti pajak dan sebagainya. Pemerintah juga bisa memperpendek jalur distribusi bahan baku tekstil, misalnya dengan membantu perusahaan tekstil untuk mendapatkan bahan baku terbaik dari jarak terdekat, sehingga bisa menghemat biaya transportasi.

Negara pun bisa mendukung modernisasi industri tekstil dengan menyediakan alat-alat dan mesin-mesin termutakhir. Disamping itu pemerintah bisa menyambungkan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) milik pemerintah dengan perusahaan penghasil mesin dan perusahaan tekstil. Ketiga pihak bisa bekerja sama untuk melakukan modernisasi alat produksi tekstil, sehingga biaya produksi lebih rendah, tetapi kualitas hasilnya lebih baik.

Dari aspek SDM, negara mewajibkan setiap perusahaan membayar gaji pekerja dengan upah layak sesuai hasil kerja mereka, dan tidak menunda pembayarannya. Sebagaimana dari Ibnu Umar r.a berkata Rasulullah SAW bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja, sebelum keringatnya kering.”

Ini merupakan suatu isyarat agar manusia (pengusaha) segera memberikan upah setelah pekerjaan buruh itu selesai dikerjakan walaupun keringatnya tidak keluar atau sudah berkeringat lalu kering. Kemudian untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan keamanan menjadi tanggung jawab negara.
Jika semua solusi tersebut sudah dijalankan, Industri pertekstil Indonesia tidak hanya akan mengusai pasar domestik, akan tetapi bisa mendunia, tentunya setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Hanya saja, semua solusi tersebut bisa terlaksana jika penguasa memosisikan dirinya sebagai raa’in dan mas’ul (pengurus dan penanggung jawab) urusan rakyat. 

Hanya pemimpin yang berada dalam sistem Islam yang mampu mewujudkan solusi tersebut. Pemimpin yang bervisi akhirat, yaitu menyadari bahwa setiap kebijakannya akan ia pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Taala. Jika ia zalim, setiap jiwa yang ia zalimi akan menggugatnya di akhirat. Sedangkan jika ia adil, kebahagiaan yang abadi di surga akan ia peroleh, insyaallaah.

Firman Allah Swt., “Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS Asy-Syura [42]: 42)

Sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).

Dengan demikian, pemimpin dalam Islam menjadikan dirinya sebagai pelayan umat, sebagaimana ungkapan, “Sayyid al-qawm khaadimuhu (pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi kaumnya).”

Dalam sistem kapitalis sekuler seperti sekarang, pemimpin yang ada justru mencari keuntungan sendiri dan mengabaikan urusan rakyat. Aturan dalam sistem sekuler menghamba pada kepentingan para kapitalis pemburu cuan melalui usaha impor besar-besaran, bukan melayani rakyat untuk mewujudkan kemaslahatan mereka. Oleh karena itu, butuh hijrah dari sistem kapitalis sekuler ke sistem yang shahih, yakni dalam bingkai daulah Islamiyah yang mampu menyejaterahkan dan menjadi problem solving dalam semua lini kehidupan.  Wallahualam.

Posting Komentar untuk "Badai PHK Masal di Era kapitalis"