Prahara Lahan di Balik Pembangunan Bandara KKU, Demi Kepentingan Siapa?
Prahara terkait lahan begitu kerap terjadi di negeri ini. Seperti yang dialami oleh warga Desa Simpang Tiga, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara.
Dilansir dari pontianakpost.com, bahwa sejumlah warga kecewa lantaran harga lahan milik warga untuk Bandara Sukadana tidak sesuai harapan. Terlebih lagi, Pengadilan Negeri (PN) Ketapang tidak hadir dalam rencana eksekusi pembangunan bandara di desa tersebut. Kabarnya, lahan milik warga di lokasi rencana pembangunan Bandara ada yang dihargai Rp1.000 – Rp3.500 permeternya.
Kuasa hukum masyarakat Desa Simpang Tiga dan Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana, Pabian Bobi, menjelaskan, masyarakat di kedua desa yang menjadi kliennya, tidak keberatan dengan pembangunan Bandara tersebut. Namun, kata dia, ada beberapa hal yang sangat memberatkan masyarakat. Sebab, dukungan dari masyarakat sebagai dampak dari adanya Bandara nanti pada peningkatan ekonomi masyarakat hingga kemajuan daerah. Ia berharap permasalahan yang ada agar diselesikan terlebih dahulu.
Ada beberapa hal yang wajib kita soroti dalam kasus ini.
Pertama, efektivitas pembangunan infrastruktur. Mengapa harus membangun bandara di KKU tanpa melihat urgensitasnya? Sebab bandara sudah tersedia di Ketapang -yang jaraknya dekat dengan KKU-, namun belum teroptimalkan. Masih ada urusan rakyat yg lain yang wajib dipenuhi.
Kedua, simpang siurnya pembangunan bandara di wilayah Ketapang dan Kayong Utara, memunculkan celah perang kepentingan. Isu pembangunan bandara di wilayah Ketapang maupun Kayong sudah beredar sejak lama dan tak kunjung deal hingga saat ini. Sehingga hal ini berpotensi memunculkan perang kepentingan penguasa yang "mengabdi" pada oligarki.
Ketiga, rencana harga eksekusi lahan yang terlalu murah. Ini sama saja perampasan lahan. Membeli, namun dengan harga yang begitu murah. Penguasa pun mempersulit dengan panjangnya proses. Belum lagi kita membicarakan masalah turunan akibat makin sempitnya ruang hidup rakyat, sebab ketidakmampuan mereka mengelola lahan yang dimiliki. Sehingga lebih memilih menjualnya.
Keempat, fakta yang terjadi selama ini, pembangunan bandara tidak begitu berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekitar. Faktanya, yang sejahtera adalah oligarki. Adanya bandara bertujuan untuk memudahkan mobilisasi mereka sebab banyaknya wilayah investasi oligarki di Ketapang maupun KKU.
Kelima, potensi wilayah KKU di sektor pariwisata yang begitu digenjot saat ini, sangat rawan dieksploitasi atas nama investasi. Pariwisata seringkali menjadi kedok pemetaan potensi SDA suatu wilayah, sebab setiap orang bebas mendatangi tempat wisata. Belum lagi infiltrasi budaya asing di sektor pariwisata yang sangat mengancam generasi dan sulit dibendung.
Keenam, perlunya mengubah paradigma pembangunan yang dipenuhi ruh materialisme. Yang membangun infrastruktur bukan demi kemaslahatan rakyat, tapi kepentingan oligarki. Terpenuhinya infrastruktur hanya diukur secara fisik, tanpa mempertimbangkan kemampuan rakyat menjangkaunya. Sebab faktanya, biaya perjalanan udara saat ini sangat mahal, yang hanya dapat dijangkau oleh orang-orang kaya saja, bukan rakyat biasa. Sehingga, keberadaan bandara pasti hanya untuk kemudahan pelayanan orang-orang yang berduit saja, bukan rakyat secara umum.
Posting Komentar untuk "Prahara Lahan di Balik Pembangunan Bandara KKU, Demi Kepentingan Siapa?"