Kapitalisme Merampas Ruang Hidup Generasi
Oleh : Tyas Ummu Amira
Hawa bumi semakin meningkat di beberapa waktu terakhir. Betapa tidak? Mulai anak kecil hingga orang tua mengeluhkan hal yang sama. Lantas kira-kira apa yang menjadikan suhu bumi semakin meningkat?
Dilansir dari CNBC Indonesia, bahwa tahun 2023 menjadi tahun terpanas di bumi yang pernah tercatat. Di mana peningkatan suhu permukaan bumi hampir melewati ambang batas kritis 1,5 derajat Celsius.
Hal ini terungkap dalam laporan Copernicus Climate Change Service (C3S), sebuah lembaga pemantau iklim Uni Eropa (UE). Perubahan iklim memperparah gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran hutan di seluruh dunia, dan mendorong suhu global 1,48 C di atas standar pra-industri. (9/1/2024).
Peningkatan suhu bumi bukan tanpa sebab. Jika kita telisik bersama, salah satu faktornya adalah peralihan fungsi lahan terbuka hijau menjadi pemukinan dan gedung-gedung. Ditambah lagi penggundulan hutan yang digunakan untuk pembangunan dan pengambilan kayu secara ilegal di hutan, juga kebakaran hutan akibat kemarau panjang.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, sudah ada 2.710 kasus konflik yang terjadi selama 2015—2022, berdampak pada 5,8 juta hektare tanah yang menjadi tempat tinggal dan lahan garap bagi sekitar 1,7 juta keluarga. Belum lagi kerusakan lingkungan di ribuan hektare area akibat adanya alih fungsi lahan. Semua ini atas nama investasi dan proyek pariwisata strategis.
Salah satu kasus dari kebijakan dan proyek ini pun tidak luput dialami oleh masyarakat Lombok, NTB. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika adalah salah satu dari 20 KEK di Indonesia yang dibangun sejak 2015 berdasarkan PP 52/2014 untuk pengembangan sektor kepariwisataan. Megaproyek yang dibangun di lahan seluas 1.035 hektare ini digadang-gadang sebagai pendobrak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal dan nasional.
Akibat dari kebijakan yang sangat mengancam ekosistem dan juga masa depan bangsa seakan itu tidak berarti karena ada segelintir orang yang berkuasa untuk menikmati keuntungannya.
Jika kita liat dampak yang ditimbulkan betapa banyak mulai dari kerusakan alam hingga tergadainya nasib perempuan dan generasi. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, hingga el nino tak bisa dihindarkan dan minimnya mitigasi akibat perubahan iklim yang semakin ektrem. Dan periayahan (pengurusan) terhadap rakyat pun terbaikan dari sisi susahnya mencari pekerjaan dan juga akses segala fasilitas kesehatan, pendidikan, kemanaan, semakin sulit dijangkau oleh kalangan bawah.
Dari sini juga berimbas pada generasi yang terabaikan pendidikan dan arahan dari orangtua karena sibuk mencari kerja. Ketimpangan sosial semakin tinggi sehingga membuat ketat persaingan hidup.
Alhasil, yang terjadi banyak generasi yang terjebak pada pergaulan bebas, karena faktor dari pembangunan mall-mall, tempat wisata membuat lifestyle anak muda menjadi hedon dan konsumtif. Kompleks sudah permasalahan umat saat ini akibat dari tata kelola yang didekte Sistem Kapitalis. Dari sini lahirlah orang-orang serakah seperti para oligarki yang membuat amburadul tata kelola ruang hidup.
Bagaimana tidak? Hutan yang dulunya sebagai paru-paru dunia sekarang menjadi paru-paru basah. Lahan yang untuk bercocok tanam petani kini menjadi pemukiman dan bangungan pencakar langgit. Lahan terbuka hijau di kota-kota disulap menjadi pusat destinasi wisata. Semua ini terjadi hanya untuk kepentingan segelintir orang yang ingin berkuasa dan meraup cuan sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu, politik oligarki dalam sistem demokrasi menjadi yang paling bertanggung jawab terhadap buruknya kualitas kehidupan perempuan dan generasi. Penguasa dalam sistem ini berlepas tangan terhadap apa yang menjadi persoalan umat.
Berdasarkan hal tersebut, sejatinya harus ada perubahan mendasar yang berbasis sistem. Sistem kehidupan dalam pemerintahan demokrasi telah terbukti menyengsarakan rakyat. Adapun satu-satunya sistem kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia adalah sistem politik Islam.
Pada sistem Islam pertama, sistem politiknya atau sistem pemerintahan Khilafah akan menjadikan penguasa sebagai pengurus dan pelindung umat. Seluruh kebutuhan pokoknya dijamin oleh negara dan para perempuannya akan mendapatkan hak nafkahnya tanpa harus menjalani peran ganda.
Kedua, kontestasi yang sangat sederhana disertai keimanan yang sangat tinggi pada para politisnya akan menghalangi campur tangan para oligarki. Jadilah kebijakannya independen, terbebas dari setiran pihak mana pun dan fokus pada kemaslahatan umat. Inilah yang akan melahirkan kehidupan yang aman dan nyaman. Jika ada pihak-pihak yang mencoba merampas hak mereka, penguasa akan berdiri di garda terdepan dalam melindungi rakyatnya.
Ketiga, sistem pemerintahan Khilafah akan mengatur hak kepemilikan berdasarkan syariat. Alhasil, tidak semua lahan bisa dikuasai individu atau swasta maupun asing. Begitu pun SDA lain yang melimpah, kepemilikannya haram jatuh pada individu. Ini karena harta tersebut adalah milik umat yang harusnya dikelola negara untuk dikembalikan manfaatnya pada umat.
Inilah gambaran sistem pemerintahan dalam Islam bagaimana pemimpin mengatur kepentingan rakyat hingga tentang batas-batas kepemilikan SDA. Sehingga tidak ada alih fungsi lahan sebagai proyek pembangunan yang menimbulkan kerusakan alam dan generasi. Sehingga sudah seharusnya mengembalikan sistem Islam (Khilafah) karena sesuai dengan fitrah manusia. Wallahu a'lam!
Posting Komentar untuk "Kapitalisme Merampas Ruang Hidup Generasi"