Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup Rakyat Makin Berat Jika Pajak Kendaraan Bermotor Meningkat

 


Oleh : Maihanum Asmu’i

Anak buah Menko Marves Luhut Panjaitan memberikan klarifikasi ucapan sang menteri terkait rencana kenaikan pajak motor berbahan bakar bensin.

"Pak Menko (Luhut) kemarin bukan berbicara soal menaikkan pajak sepeda motor dalam waktu dekat. Itu adalah wacana dalam rangkaian upaya perbaikan kualitas udara di Jabodetabek yang juga sudah sempat dibahas dalam rapat koordinasi lintas kementerian atau lembaga (K/L) beberapa hari lalu," ucap Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi dalam keterangan resmi (cnnindonesia.com 19/1).

Wacana kenaikan pajak kendaraaan bermotor meski sebatas wacana tak menutup kemungkinan akan tetap terlaksana. Sebagaimana kebijakan kenaikan tarif dasar listrik, air, BBM dll yang telah terjadi sebelumnya. Sebuah alasan basi jika menaikkan pajak dengan alasan mengurangi emisi gas buang. Karena polusi udara di ibu kota terjadi karena multi faktor, bukan hanya kendaraan bermotor saja.

Industri energi dan manufaktur industri turut pula menyumbang semakin parahnya polusi di samping beberapa faktor lain. Membludaknya kendaraan bermotor yang di sinyalir sebagai pemicu utama penyebab polusi tentu tak lepas dari kebijakan yang tak tepat di awal. Bukan semata kesalahan masyrakat. Mudahnya perijinan kepemilikan melalui leasing berbasis riba dan minimnya tranpostasi umum yang memadai. Mendorong masyarakat memiliki kendaraan pribadi sebagai alat transportasi yang paling mudah dan lebih murah.

Kebijakan Yang Sarat Muatan Politik

Dalam iklim Demokrasi Kapitalisme kebijakan  sebuah institusi erat kaitannya dengan perjanjian politik antar negara. Akibatnya independensi kebijakanpun nyaris nihil, mengingat keterkaitan dan keterikatan laju ekonomi negara maupun masyarakat erat hubungannya dengan peran investor. Menilik hal tersebut, sejatinya rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar bensin menjadi lebih masuk akal dengan maraknya kampanye kendaraan berbasis baterai atau kendaran listrik. Sebagaimana yang di ungkap oleh Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang mengapresiasi triliyunan investasi oleh BYD investor asal China dalam hal kendaraan listrik.

Lagi-lagi masyarakatlah yang menjadi obyek percobaan dari kebijakan yang sarat muatan politik. Dipaksa mengikuti arus permainan investor demi meraup untung dari masyarakat konsumeris buah dari penerapan ekonomi kapitalis. Negara dengan sadar turut mensukseskan misi cengkeraman hutang ribawi berbalut investasi dengan alasan menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat, meski keuntungan terbesar para oligarki yang justru menikmati. Jelas ini mengesampingkan beban yang harus di tangung masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang makin tinggi karena mahalnya kebutuhan pokok. 

Pajak dalam sistem kapitalisme menyasar hampir seluruh lapisan masyarakat, pun bagi  mereka yang tergolong miskin. Hal ini tak luput dari peran pajak yang hampir 80% menjadi sumber pendapatan negara. Semuanya di peroleh dari rakyat. Pajak perorangan maupun industri, barang mewah ataupun barang murah dari kebutuhan pokok atau kebutuhan penunjang. Rumah mewah atau atau rumah reot tak luput dari pungutan pajak.  Meski ada Tax Amnesty, nyatanya justru pemilik usaha skala besar dengan pajak tinggi yang menikmati, sementara rakyat dengan pengasilan rendah tetap pada ketentuan wajib pajak.

Sistem kapitalisme barat menjadikan pajak sebagai salah satu alat keberlangsungan ekonomi negara.  Karenanya tujuan mensejahterakan rakyat dengan dalih apapun mustahil terwujud dalam sistem kapitalisme. Sebab mustahil pula sebuah negara yang masih “memungut” pajak dari rakyatnya untuk bisa tetap eksis. Pada saat yang sama ia mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sedangkan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat adalah tugas negara bukan kewajiban rakyat. 

Amat patut di sayangkan apabila kenaikan pajak kendaraan bermotor hanya sebagai topeng. Memuluskan program yang sejatinya hanya alat bisnis demi keuntungan korporasi dengan mengabaikan amanah tertinggi sebagai pengurus urusan rakyat. Program yang kian menambah beban masyarakat pengguna kendaraan bermotor melalui pajak. Tentu ini berbeda dengan sistem Islam memandang pajak.

Pajak dan Pendapatan Negara Dalam Sistem Islam

Pajak dalam islam bukanlah sumber utama pendapatan negara. Bahkan tidak boleh menjadi sumber utama. Adanya pajak dalam islam hanya bersifat sementara. Yakni ketika kondisi keuangan negara dalam kondisi kosong dan segera di hentikan apabila keuangan negara telah tercukupi. Dalam sistem Islam tak semua elemen masyarakat terkena wajib pajak. Pajak hanya di kenakan pada orang yang berkelebihan harta dan di serahkan secara sukarela sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. 

Daulah Islam sangat berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Memastikannya hanya di peroleh dari sumber yang di perbolehkan oleh syarak seperti ghanimah, kharaj atau jizyah. Daulah Islam tidak akan menjalin hubungan dengan negara lain kecuali sebagai syiar dan perluasan Islam. Ketaqwaan individu pejabat dalam islam senantiasa menjadi kontrol amanah. Kewenangannya pun tak boleh melampaui Khalifah sebagai penentu kebijakan.

Kepemimpinan dalam Islam mutlak  menyandarkan ketentuan pada Syarak. Aturan Islam yang sempurna, adil, serta menyeluruh mampu menutup celah kedzaliman oleh penguasa. Dengan Al-Qur'an  dan Sunnah sebagai sumber hukum. Ketaqwaan pemimpin dalam Islam senantiasa terkoneksi dengan dzat yang Maha teliti dan Maha Adil Dialah Allah SWT.

Posting Komentar untuk "Hidup Rakyat Makin Berat Jika Pajak Kendaraan Bermotor Meningkat"