Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Toleransi Berbalut Moderasi Di Balik Kunjungan Paus


Oleh : Mai Hanum Asmu’i


Paus Fransiskus memulai kunjungannya ke Indonesia pada Selasa (03/09). Apa tujuan pemimpin tertinggi Gereja Katolik itu melawat negara dengan populasi Muslim terbesar sejagat ini?

Profesor studi Katolik dari Case Western Reserve University, Jonathan Tan, mengatakan bahwa Paus Fransiskus ingin membangun relasi dengan negara-negara mayoritas Muslim untuk meredam ketegangan antara Islam dan Kristen.

“Saya rasa karena sejak lama, ada ketegangan, kesalahpahaman sepanjang sejarahnya. Saya rasa Paus ingin membuka jalan hubungan yang baru, yang tidak defensif,” ucap Jonathan kepada BBC News Indonesia.

Sebelumnya telah muncul edaran dari Kominfo untuk para pemilik stasiun televisi Nasional agar meniadakan kumandang adzan maghrib di sela acara dan menggantinya dengan Running Text atau teks berjalan di layar sebagai tanda masuknya waktu sholat maghrib. Santer opini toleransi mengiringi kedatangan tokoh tertinggi Katholik Paus Fransiskus ke Indonesia. Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menyambut pemuka agama tersebut dengan tangan terbuka. Gelaran megah bagi ritual keagamaan tersebut di siarkan secara serentak di media Nasional.

Misi Perdamaian Berbalut Moderasi

Sambutan yang luar biasa dari pemerintah tervisualisasi dengan kehadiran Pesiden Joko Widodo dan kehadiran imam besar masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.   Boleh jadi hal ini yang menguatkan dugaan adanya agenda tak biasa dari kunjungan tersebut. Memaknai kunjungan paus fransiskus ke indonesia tentu tak bisa dianggap sebagai kunjungan apostolik semata. Mengingat keberadaan vatikan yang kedudukannya sebagai negara teokrasi dan Paus sebagai pemimpin tertinggi. Aroma suksesi agenda moderasi makin tercium saat slogan tentang keberagaman menjadi topik dalam pidato Uskup Vatikan di tambah adanya pembacaan kitab suci dari kedua agama. 


Moderasi beragama atau yang sebelumnya dikenal dengan Islam moderat atau islam wasathiyah merupakan pemahaman yang lahir dari aqidah sekularisme yang dianut oleh mabda kapitalisme. Sekularisme berarti memisahkan agama dari kehidupan yang secara otomatis memisahkan agama dari politik. Moderasi beragama dapat tumbuh subur pada masyarakat yang teracuni pluralisme. Yakni menganggap semua agama sama sebuah sikap yang justru melahirkan individu munafik dengan bersikap netral pada segala hal, termasuk aqidah.


Glorifikasi Toleransi.  


Moderasi beragama pertama kali di cetuskan tahun 2018 oleh Menag. Lukman Hakim Saifuddin dan menjadi alat politik yang ampuh untuk mengangkat dan menjatuhkan partisipan politik atau ormas islam. Seolah memahami suasana politik negeri, Penyertaan salah satu slogan kebhinekaan yang merupakan 4 pilar pengusung moderasi agama sempat pula di kutip dalam pidato tokoh tertinggi agama Katholik tersebut. Profesor Studi Katolik dari Case Western Reserve University jonathan tan mengatakan kunjungan tersebut selain sebagai upaya meredam ketegangan antara ummat islam dan kristen juga secara khusus Vatikan ingin belajar banyak dari islam di Indonesia yang di nilai berbeda dengan Islam di timur tengah yang lebih kuat dan dominan.


Indikasi  penyimpangan muatan dan tujuan dari makna toleransi menjadi permasalahan yang layak untuk di waspadai . Glorifikasi toleransi yang sedemikian rupa, mengindikasikan sejauh mana racun sekularisme menyebar dalam benak pemimpin bangsa. Patut di sayangkan adanya kaum muslim yang turut serta dalam gelaran ritual keagamaan katolik tersebut.


Kegagalan Negara Menjaga Aqidah


Semakin lemahnya pemahaman kaum muslim terhadap islam dan hilangnya penjaga pilar pembentuk masyarakat memudahkan pemahaman yang rusak masuk ke dalam pemikiran ummat muslim. Individu pemegang amanah jabatan dalam sistem Demokrasi yang di anut negeri ini, tak lebih dari para pemburu kedudukan dengan berbagai kesepakatan bersama para pemilik modal yang mengikat kaki, tangan dan mulut mereka. Membuat mereka berjalan, beraktifitas dan bersuara sesuai arahan para oligark yang menjadi pemodal masa kampanye mereka. 


Karenanya sangat naif jika menganggap kedatangan paus sekedar lawatan keagaman tanpa adanya manfaat dan unsur politik. Terlebih jika kaum muslim mampu untuk berfikir bagaimana dan dari mana asal mula ideologi kapitalisme dengan akidah sekularismenya itu lahir. Penting pula untuk di pahami bahwa misi gold, glory and gospel tidak pernah berhenti sejak pertama kali di usung di abad 15 M. oleh bangsa Eropa. Terbukti bahwa sekularisme adalah senjata ampuh untuk melemahkan aqidah ummat muslim. Melenggangnya pemahaman yang bertentangan dengan Islam adalah bukti nyata kegagalan negara dalam menjaga aqidah ummat. Faktanya, penjagaan terhadap aqidah memerlukan landasan kokoh dengan aturan baku yang relevan dengan problem ummat dari masa ke masa sebagai mana aturan dalam Ideologi Islam. 

Islam Agama Dan Sistem


Islam adalah Dinnullah pengokoh ruhiyah, sekaligus sistem yang mengatur seluruh aspek hidup manusia. Dalam sistem Islam diatur terkait politik, ibadah, ekonomi, muamalah, kesehatan, juga pendidikan. Kepemimpinan dalam islam adalah kepemimpinan yang satu. Kedaulatan dalam sistem islam terletak pada aturan yang lahir dari As- Syari’ yakni Allah SWT. Islam menjaga dan menjamin kemurnian aqidah ummat dari pemahaman kufur. Meski demikian Islam bukanlah agama yang kaku karena islam tetap membuka ruang bagi muamalah dengan non-muslim. Hanya  membatasai pada apa yang di perbolehkan syara’.

Pemimpin dalam islam adalah kepemimpinan hakiki yang tak terpengaruh intervensi siapapun.  Batasan syara’ dalam kepemimpin islam mampu memfilter aktifitas politik tetap dalam koridor iman. Hubungan luar negeri berdasarkan aqidah Islam dan hanya mengambil kemaslahatan bagi kaum muslim.  Tujuan utama dakwah yang menjadi poros aktifitas kepemimpinan, senantiasa mengedepankan syiar islam. Dengan penerapan aturan secara menyeluruh maka keagungan Islam dapat di rasakan oleh ummat muslim atau non muslim.
Wallahu’alam bishowwab.

Posting Komentar untuk "Toleransi Berbalut Moderasi Di Balik Kunjungan Paus"